Selasa, 12 September 2017

taksonomi bloom



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejak lahirnya kurikulum PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) yang kemudian disusul oleh lahirnya kurikulum 1975, telah mulai tertanam kesadaran pada para guru bahwa tujuan pelajaran harus dirumuskan sebelum proses belajar-mengajar berlangsung. Tujuan tersebut harus diberitahukan kepada para siswa. Jadi, tujuan tersebut bukanlah sesuatu yang perlu dirahasiakan. Apabila dalam pengajaran tidak disebutkan tujuannya, siswa tidak akan tahu mana pelajaran yang penting dan mana yang tidak.[1]
Tujuan pendidikan dapat dirumuskan pada tiga tingkatan. Pertama, tujuan umum pendidikan. Tujuan ini menentukan perlu dan tidaknya suatu program diadakan. Di dalam praktek sehari-hari di sekolah, tujuan ini dikenal sebagai TIU (Tujuan Instruksioanal Umum). Kedua, tujuan yang didasarkan atas tingkah laku. Dalam periode 20 tahun terakhir ini, banyak usaha telah dilakukan untuk mencari metode yang dapat digunakan untuk menganalisis atau mengklasifikasikan sebuah pandangan yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan sehari-hari. Yang dimaksud adalah berhasilnya pendidikan dalam bentuk tingkah laku. Inilah yang dimaskud dengan taksonomi (taxonomy).Ketiga, tujuan yang lebih jelas dirumuskan secara operasional.[2]
Adapun pada tujuan kedua yaitu taksonomi terdapat tiga ranah atau domain yang penting dalam tujuan pendidikan, yaitu; Cognitive Domain (Ranah Kognitif), Affective Domain (Ranah Afektif), dan Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor).
Beberapa istilah lain juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu; cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan, mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.[3] Begitupun dengan yang lainnya.
B.     Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah ialah bagaimana penjelasan tentang tujuan pendidikan dalam taksonomi yang meliputi; Cognitive Domain (Ranah Kognitif), Affective Domain (Ranah Afektif), dan Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor).







BAB II
PEMBAHASAN
Taksonomi yang digunakan sebagai tujuanpendidikan merupakan rujukan dariTaksonomi Bloom. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloompada tahun 1956.Taksonomi Bloom sebenarnya merupakan hasil kelompok penilai di Universitas yang terdiri dari B.S. Bloom Editor M.D. Engelhart, E. Furst, W.H. Hill, dan D.R. Krathwohl, yang kemudian didukung pula oleh Ralp W. Tyler.
Mula-mula taksonomi Bloom terdiri dari dua bagian yaitu kognitif domain dan afektif domain (cognitive domain and affective domain). Pencipta dari dua taksonomi ini merasa tidak tertarik pada psikomotor domain karena mereka melihat hanya ada sedikit kegunaannya di Sekolah Menengah atau Universitas. Akhirnya Simpson melengkapi dua domain yang ada dengan psikomotor domain (1966). Namun sebenarnya pemisahan antara ketiga domain ini merupakan pemisahan yang dibuat-buat. Karena manusia merupakan suatu kebulatan yang tidak dapat dipecah-pecah sehingga segala tindakannya juga merupakan suatu kebulatan.[4]
Sehingga dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi tigadomain (ranah, kawasan) dan setiap domain dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1.      Ranah Kognitif
Pengertian kognitif mencakup aspek-aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu.[5]Dalam hubungan dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang peranan paling utama. Yang menjadi tujuan pengajaran di SD, SMP, dan SMU pada umumnya adalah peningkatankemampuan siswa dalam aspek kognitif. Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang.[6] Antara lain :
a.       Pengetahuan (knowledge).
Pengetahuan adalah aspek yang paling dasar dalam taksonomi. Sering kali disebut juga aspek ingatan (recall). Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk mengenali, mengetahui, dan mengingat adanya definisi,  konsep, fakta, gagasan, pola, urutan  atau istilah-istilah, dan lain sebagainya tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.[7]Sebagai contoh, ketika seseorang diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk.
Adapun bentuk soal yang sesuai untuk mengukur kemampuan ini antara lain : benar-salah, menjodohkan, isian atau jawaban singkat, dan pilihan ganda. Pengetahuan atau kemampuan mengingat ini dapat dirinci sebagai berikut :
Ø  Terminologi.
Kemampuan yang paling besar ialah mengetahui arti tiap kata. Anak selalu bertanya pada orang tuanya arti kata-kata yang ditemuinya dalam buku atau dalam percakapan dengan teman-temannya. Misalnya, kebijakan, lincah, pengetahuan, dan lain-lain.
Ø  Fakta-fakta lepas (isolated facts).
Setelah memahami prinsip-prinsip atau konsep-konsep bahasa, anak menanjak pada pengetahuan akan fakta-fakta lepas. Fakta yang diketahuinya tetap berdiri sendiri tanpa dihubungkan dengan fakta-fakta lepas. Fakta yang diketahuinya tetap berdiri sendiri tanpa dihubungkan dengan fakta atau gejala lainnya. Misalnya, pengetahuan tentang tanggal dan tempat peristiwa-peristiwa bersejarah, dan nama-nama tokoh.
Adapun cara-cara mempelajari fakta antara lain :
§  Konvensi
Mempelajari berbagai peraturan, baik peraturan pemerintah, peraturan agama, peraturan khusus dalam masyarakat maupun peraturan yang dikenal sebagai etik pergaulan.[8] Contoh : kalau naik tangga laki-laki harus berjalan lebih dulu dari wanita. Begitupun peraturan untuk turun tangga, di tempat resepsi dan lain sebagainya.
§  Trend dan urut-urutan perkembangan
Anak dituntut mengetahui proses, arah, serta gerakan fenomena (kejadian) dalam hubungan dengan waktu.
Contoh : dapat membedakan yang mana pria dan wanita, dapat menyebutkan sistem klasifikasi tumbuhan dan hewan.
§  Kriteria
Siswa dapat menyebut standar untuk mengevaluasi atau mengukur sesuatu tanpa sampai pada hasil evaluasi atau pengukuran dengan berpedoman standar tersebut.
§  Metodologi
Siswa diminta mengetahui macam-macam pendekatan yang dipakai untuk mempelajari dirinya dan lingkungan hidupnya.
Ø  Universal dan abstraksi
Pengetahuan akan bagan-bagan dan pola-pola utama yang dipakai untuk mengorganisasikan fenomena-fenomena.
Contoh-contoh soal yang mengukur pengetahuan (kemampuan ingatan) :
1.      Orang pertama yang menemukan telepon adalah :
a.       Bell
b.      Morse
c.       Edision
d.      Marconi
Kunci : a
Soal di atas mengukur kemampuan ingatan akan tokoh penemu telepon.
2.      B-S prinsip kapilaritas menjelaskan tentang cairan yang permukaannya lebih tinggi dalam pipa saluran yang lebih halus.
Jawab : B
Soal ini mengukur kemampuan pengetahuan tentang prinsip kapilaritas.
b.      Pemahaman (comprehension).
Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar-mengajar. Siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan, dan dapat memafaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian.
Kemampuan pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu :
Ø  Menerjemahkan (translation).
Pengertian menerjemahkan di sini bukan saja pengalihan (translation) arti dai bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan dengan kata-kata ke dalam gambar grafik dapat dimasukkan ke dalam kategori menerjemahkan. Misalnya, menggambarkan kedudukan beberapa wilayah dalam suatu kurva. Dalam hal ini, tampak hubungan yang jelas antara pemahaman dan aplikasi (penerapan).
Ø  Menginterpretasi (interpretation).
Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan. Ini adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi. Misalnya, diberikan suatu diagram, tabel, grafik, atau gambar lain-lainnya dalam IPS atau fisika, dan minta ditafsirkan. Dapat saja siswa tidak mampu menafsirkannya lantaran mereka tidak cukup terlatih (well-trained) untuk itu.
Ø  Mengekstrapolasi (extrapolation).
Agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.
Contoh yang sederhana : 2-4-6-8-10-...-...
Siswa diminta mengisi dua bilangan yang merupakan kelanjutan dari deret itu. Ada juga bentuk yang mirip dengan ekstrapolasi, yaitu intrapolasi. Perbedaannya hanya pada letak titik-titik, yaitu apabila letak titik-titik di tengah disebut intrapolasi, sedangkan apabila letak titik-titik di luar disebut ekstrapolasi.
Contoh intrapolasi : 2-4-...-...-10-...-...-16.
Contoh soal pemahaman :
Harga barang akan naik, apabila ............
a.       Penawaran tetap, permintaan meningkat
b.      Penawaran meningkat, permintaan tetap
c.       Penawaran dan permintaan tetap
d.      Penawaran dan permintaan meningkat
Kunci : a
Untuk menjawab soal semacam ini siswa dituntut kemampuannya meramalkan kemungkinan terjadinya harga barang sesuai situasi penawaran dan permintaan.[9]
c.       Penerapan (application).
Untuk penerapan atau aplikasi ini siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menerapkan, menyeleksi atau memilih suatu abstrasi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar.
Contoh :
Untuk menyelesaikan hitungan
51 x 40 = n, maka paling tepat kita gunakan....
a.       Hukum asosiatif.
b.      Hukum komutatif.
c.       Hukum distributif.[10]

d.      Analisis (analysis).
Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur- unsur atau komponen-komponen pembentuknya. Dengan jalan ini situasi atau keadaan tersebut menjadi lebih jelas. Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian. Kemampuan analisis diklasifikasikan atas tiga kelompok, yaitu :
Ø  Analisis unsur.
Dalam analisis unsur diperlukan kemampuan merumuskan asumsi-asumsi dan mengidentifikasi unsur-unsur penting dan dapat membedakan antara fakta dan nilai.
Ø  Analisis hubungan.
Analisis jenis ini menuntut kemampuan mengenal unsur-unsur dan pola hubungannya.
Ø  Analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi.
Jenis analisis ini menuntut kemampuan menganalisis pokok-pokok yang melandasi tatanan suatu organisasi, misalnya menentukan falsafah pengarang dari isi buku yang ditulisnya.
Contoh soal analisis :
1.      Percobaan manakah berikut ini yang mendukung pernyataan bahwa sifat cahaya adalah mempunyai panjang gelombang tertentu ?
a.       Cahaya dapat dipantulkan oleh suatu cermin.
b.      Berkas cahaya akan tersebar bila melalui lubang kecil.
c.       Berkas cahaya dapat diuraikan menjadi sejumlah warna cahaya tertentu melalui pembiasan oleh kaca prisma.
d.      Cahaya akan difokuskan oleh suatu lensa.
Kunci : c
Jawaban atas soal ini hanya dapat diperoleh melalui analisis sifat-sifat cahaya yang didukung oleh suatu percobaan.
2.      Bila terdapat persaingan sempurna maka biaya produksi akan sama dengan harga penjualan. Akan tetapi persaingan sempurna tidak pernah ada. Kesimpulan apa yang dapat ditarik dari pernyataan tersebut ?
Jawab : biaya produksi tidak akan sama dengan harga penjualan.
3.      Hubungan telur dengan hewan sama dengan............
a.       Pohon
b.      Tumbuhan
c.       Buah
d.      Bunga
Kunci : b
Pemecahan soal seperti ini membutuhkan kemampuan analisis relevansi hubungan antara telur dengan hewan untuk menyimpulkan hubungan antara biji dengan tumbuhan.[11]
e.       Sintesis (synthesis).
Apabila penyusun soal tes bermaksud meminta siswa melakukan sintesis maka pertanyaan-pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga meminta siswa untuk menggabungkan atau menyusun kembali (reorganize) hal-hal yang spesifik agar dapat mengembangkan suatu struktur baru. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dengan soal sintesis ini siswa diminta untuk melakukan generalisasi.
Contoh :
“Dengan mengetahui situasi daerah dan milik dalam hal kekayaan bahan mentah serta semangat penduduk di suatu daerah yang kini dapat berkembang pesat menjadi kota pelabuhan yang besar maka kota-kota kecil di tepi pantai mana yang mempunyai potensi untuk menjadi sebuah kota pelabuhan yang besar ?”[12]
f.        Penilaian (evaluation).
            Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu. Yang penting dalam evaluasi adalah menciptakan kriteria tertentu. Yang penting dalamevaluasi ialah menciptakan kondisinya sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan kriteria, standar, atau ukuran untuk mengevaluasi sesuatu.
Contoh :
Berikut ini terdapat beberapa tujuan yang harus dicapai oleh mahasiswa D3 Matematika dan Biologi UKI di Jakarta dalam rangka mempelajari konstruksi tes. Tentukan urutan peringkatnya berdasarkan prioritas kepentingannya.
1.      Mahasiswa D3 Biologi dan Matematika UKI Jakarta dapat mengembangkan keterampilannya dalam hal konstruksi tes.
2.      Mahasiswa D3 Biologi dan Matematika UKI Jakarta dapat menguasai konsep-konsep statistik.
3.      Mahasiswa D3 Biologi dan Matematika UKI Jakarta dapat memilih bentuk soal yang sesuai untuk mengukur pencapaian TIK.
Urutan ideal : 3,1,2
Memperhatikan dan menilai kepentingan tiap butir tujuan itu bagi mahasiswa D3 Biologi dan Matematika UKI Jakarta, dapat disimpulkan bahwa pertama-tama, Mahasiswa D3 Biologi dan Matematika UKI Jakarta dituntut dapat memilih bentuk soal yang sesuai untuk mengukur TIK. Apabila bentuk soal itu sudah tepat dipilih, maka langkah selanjutnya adalah menerapkan keterampilannya merekonstruksi tes. Sedangkan penguasaan konsep-konsep statistik itu tidak merupakan kebutuhan yang mendesak (urgen), sehingga dikuasai tidaknya, tidaklah terlalu penting bagi para mahasiswa Biologi dan Matematika UKI Jakarta.[13]
2.      Ranah Afektif
Pembagian ranah afektif disusun oleh Bloom bersama dengan David Krathwol.[14]Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan, antara lain :
a.      Menerima (receiving).
Jenjang ini berhubungan dengan kesediaan atau kemauan siswa untuk ikut dalam fenomena atau stimuli khusus (kegiatan dalam kelas, musik, baca buku, dan sebagainya). Dipandang dari segi pengajaran, jenjang ini berhubungan dengan menimbulkan, mempertahankan, dan mengarahkan perhatian siswa. Hasil belajar dalam jenjang ini berjenjang mulai dari kesadaran bahwa sesuatu itu ada sampai kepada minat khusus dari pihak siswa.
b.      Menjawab (responding).
Kemampuan ini bertalian dengan partisipasi siswa. Pada tingkat ini siswa tidak hanya menghadiri suatu fenomena tertentu tetapi juga mereaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hasil belajar dalam jenjang ini dapat menekankan kemampuan untuk menjawab (misalnya secara sukarela membaca tanpa ditugaskan) atau kepuasan dalam menjawab (misalnya membaca untuk kenikmatan atau kegembiraan).
c.       Menilai (valuing).
Jenjang ini bertalian dengan nilai yang dikenakan siswa terhadap suatu objek, fenomena, atau tingkah laku tertentu. Jenjang ini berjenjang mulai dari hanya sekadar penerimaan nilai (ingin memperbaiki keterampilan kelompok) sampai ke tingkat komitmen yang lebih tinggi (menerima tanggung jawab untuk fungsi kelompok yang lebih efektif).
d.      Organisasi (organization).
Tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan atau memecahkan konflik di antara nilai-nilai itu, dan mulai membentuk suatu sistem nilai yang konsisten secara internal. Jadi, memberikan penekanan pada membandingkan, menghubungkan dan mensintesiskan nilai-nilai. Hasil belajar bertalian dengan konseptualisasi suatu nilai (mengakui tanggung jawab tiap individu untuk memperbaiki hubungan-hubungan manusia) atau dengan organisasi suatu sistem nilai (merencanakan suatu pekerjaan yang memenuhi kebutuhannya baik dalam hal keamanan ekonomis maupun pelayanan sosial.
e.       Karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai (characterization by a value or value complex).
Pada jenjang ini individu memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama sehingga membentuk karakteristik “pola hidup”. Jadi, tingkah lakunya menetap, konsisten, dan dapat diramalkan. Hasil belajar meliputi sangat banyak kegiatan, tapi penekanan lebih besar diletakkan pada kenyataan bahw tingkah laku itu menjadi ciri khas atau karakteristik siswa itu.[15]
3.      Ranah Psikomotor
Meskipun peranan ranah psikomotor semakin dirasakan pentingnya, namun tidak dibicarakan meluas dalam lingkup ini. Kendatipun demikian skema berikut ini diberikan untuk mendapatkan gambaran global tentang tingkat klasifikasi dan sub kategori dari ranah psikomotor :
Tingkat klasifikasi dan sub kategori
Batasan
Tingkah laku
1.      Gerakan refleks
4.      Refleks segmental
5.      Refleks intersegmental
6.      Refleks suprasegmental
Kegiatan yang timbul tanpa sadar dalam menjawab rangsangan.
Bungkuk, peregangan badan, penyesuaian postur tubuh.
2.      Gerakan fundametal yang dasar
Ø  Gerakan lokomotor
Ø  Gerakan nonlokomotor
Ø  Gerakan manipulatif
Pola-pola gerakan yang dibentuk dari paduan gerakan-gerakan refleks dan merupakan dasar gerakan terampil kompleks.
Jalan, lari, lompat, luncur guling, mendaki, dorong, tarik, pelintir, pegang dan sebagainya.
3.      Kemampuan perseptual
Ø  Diskriminasi kinestesis
Ø  Diskriminasi visual
Ø  Diskriminasi auditeoris
Ø  Diskriminasi taktil
Ø  Diskriminasi terkoordinir
Interpretasi stimulasi dengan berbagai cara yang memberi data untuk siswa membuat penyesuaian dengan lingkungannya.
Hasil-hasil kemampuan perseptual diamati dalam semua gerakan yang disengaja.
4.      Kemampuan fisik
Ø  Ketahanan
Ø  Kekuatan
Ø  Fleksibilitas
Ø  Agilitas
Karakteristik fungsional dari kekuatan organik yang esensial bagi perkembangan gerakan yang sangat terampil.
Lari jauh, renang, gulat, balet, mengetik, dan sebagainya.
5.      Gerakan terampil
Ø  Keterampilan adaptif
Ø  Keterampilan adaptif terpadu
Ø  Keterampilan adaptif kompleks
Suatu tingkat efisiensi apabila melakukan tugas-tugas gerakan kompleks yang didasarkan atas pola gerak yang intern.
Semua keterampilan yang dibentuk atas dasar lokomotor dan pola gerakan manipulatif.
6.      Komunikasi nondiskursif
Ø  Gerakan ekspresif
Ø  Gerakan interpretif
Komunikasi melalu gerakan tubuh mulai dari ekspresi muka sampai pada gerakan koreografis yang rumit.
Postur tubuh, gerakan muka, semua gerakan tarian dan koreografis yang dilakukan dengan efisien.

Walaupun ranah psikomotor meliputi enam jenjang kamampuan, namun masih dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok utama, yakni :
1.      Keterampilan motorik (muscular or motor skills) : memperlihatkan gerak, menunjukkan hasil (pekerjaan tangan), menggerakkan, menampilkan, melompat, dan sebagainya.
2.      Manipulasi benda-benda (manipulation of materials or objects) : membentuk, menyusun, memindahkan, menggeser, mereparasi, dan sebagainya.
3.      Koordinasi neuromuscular : menghubungkan, mengamati, memotong, dan sebagainya.[16]
anak yang melakukan aktivitas fisik akan berpengaruh positif terhadap kekuatan, kelentukan, bahkan daya tahan baik otot-otot lokal maupun daya tahan cardio vasculair. Namun betapapun baiknya pengaruh aktivitas yang tidak terencana, masih akan lebih baik jika aktivitas itu direncanakan, dan hasilnya pun dapat ditentukan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.[17]











BAB III
PENUTUP
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan dalam taksonomi meliputi tiga domain, antara lain :
1.      Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2.      Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3.      Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Demikianlah makalah yang dapat penulis paparkan, semoga dapat berguna sebagaimana mestinya.








DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,Mulyono.Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. 1999. Jakarta : Rineka Cipta
Arikunto,Suharsimi.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. 2002. Jakarta : Bumi Aksara
Daryanto.Evaluasi Pendidikan.1999. Jakarta : Rineka Cipta
Sukintaka. Teori Pendidikan Jasmani. 2004. Bandung : Penerbit Nuansa
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom







[1]Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002), cet. 3, hlm. 114
[2]Ibid, hlm. 115
[3]http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom

[4] Suharsimi Arikunto, Op. cit, hlm. 116
[5] Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), cet. 1, hlm. 169
[6]Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), cet. 1, hlm, 101
[7]Ibid, hlm. 103
[8]Ibid, hlm. 104, 105
[9]Ibid, hlm. 106, 107, 108
[10] Suharsimi Arikunto, op. cit, hlm. 119
[11]Daryanto, op. cit, hlm. 111, 112
[12] Suharsimi Arikunto, op. cit, hlm. 120
[13] Daryanto, op. cit, hlm. 115
[14] http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom
[15] Ibid, hlm. 118
[16] Ibid, hlm. 112-124
[17] Sukintaka, Teori Pendidikan Jasmani, (Bandung : Penerbit Nuansa, 2004), cet. 1, hlm. 40