Kamis, 13 Oktober 2016

i'jaz al-Qur'an



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Allah telah menganugerahkan kepada manusia dengan berbagai keistimewaan dan kelebihan serta memberinya kekuatan berpikir cemerlang yang dapat menembus segala medan untuk menunudukkan unsur-unsur kekuatan alam dan menjadikannya sebagai pelayan bagi kepentingan kemanusiaan.
Allah tidak akan menelantarkan manusia tanpa memberikan kepadanya sebersit wahyu, dari waktu ke waktu, yang membimbingnya ke jalan petunjuk sehingga mereka dapat menempuh liku-liku hidup dan kehidupan ini atas dasar keterangan dan pengetahuan. Namun watak manusia yang sombong dan angkuh terkadang menolak untuk tunduk kepada manusia lain yang serupa dengannya selama manusia lain itu tidak membawa kepadanya sesuatu yang tidak disanggupinya hingga ia mengakui, tunduk, dan percaya akan kemampuan manusia lain itu yang tinggi dan berada di atas kemampuannya sendiri. Oleh karena itu, rasul-rasul Allah di samping diberi wahyu, juga mereka dibekali kekuatan dengan hal-hal luar biasa yang dapat menegakkan hujjah atas manusia sehingga mereka mengakui kelemahannya di hadapan hal-hal luar biasa tersebut serta tunduk dan taat kepadanya.[1]
Bila dukungan Allah kepada Rasul-rasul terdahulu berbentuk ayat-ayat kauniyah yang memukau mata, dan tidak ada jalan bagi akal untuk menentangnya, seperti mukjizat tangan dan tongkat bagi Nabi Musa, dan penyembuhan orang buta dan orang sakit sopak serta menghidupkan orang yang sudah mati dengan izin Allah bagi Nabi Isa, maka mukjizat Nabi Muhammad, pada masa kejayaan ilmu pengetahuan ini, berbentuk mukjizat ‘aqliyah, mukjizat bersifat rasional, yang berdialog dengan akal manusia dan menantangnya untuk selamanya. Mukjizat tersebut adalah Qur’an dengan segala ilmu dan pengetahuan yang dikandungnya serta segala beritanya tentang masa lalu dan masa akan datang. Akal manusia, betapapun majunya, tidak akan sanggup menandingi Qur’an karena Qur’an adalah ayat kauniyah yang tiada bandingannya. Kelemahan akal yang bersifat kekurangan substantif ini merupakan pengakuan akal itu sendiri bahwa Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan sangat diperlukan untuk dijadikan pedoman dan pembimbing.[2]
B.     Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah antara lain :
1.      Apa pengertian I’jazul Qur’an ?
2.      Apa bukti historis kegagalan menandingi Al-Qur’an ?
3.      Apa macam-macam mukjizat Al-Qur’an ?
4.      Bagaimana kadar kemukjizatan Al-Qur’an ?
5.      Apa segi-segi atau aspek-aspek kemukjiazatan Al-Qur’an ?









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian I’jazul Qur’an
Kata mu’jizat sudah menjadi bagian dari khazanah bahasa Indonesia. Sedang dalam bahasa Arab sendiri digunakan istilah I’jaz Al-Qur’an atau mu’jizatAl-Qur’an.[3] Kata i’jaz diambil dari akar kata a’jaza-yu’jizu. Al-‘ajzu yang secara harfiyah antara lain berarti lemah, tidak mampu, tidak berdaya. “I’jaz adalah menetapkan kelamahan (itsbatul ‘ajzi) lawan kata dari al-qudrah yang berarti sanggup, mampu, atau kuasa.[4] Kelemahan menurut pengertian umum ialah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu.[5]
“I’jaz (mu’jizat) menurut bahasa adalah menisbatkan lemah pada orang lain (itsbatul ‘ajzi ila al-ghairi)”. Pelakunya (yang melemahkan dinamai mu’jiz. Bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol, sehingga mampu membungkam lawan, ia dinamai mu’jizat. Istilah mu’jiz atau mu’jizat lazim diartikan dengan al-‘ajib, maksudnya adalah sesuatu yang ajaib (menakjubkan atau mengherankan) karena orang lain tidak ada yang sanggup menandingi atau menyamai sesuatu itu. Juga sering diartikan dengan dengan ‘amrun khoriqun lil’adah, yakni sesuatu yang menyalahi tradisi.[6]
Adapun Manna’ Al-Qaththan mendifinisikan dengan dengan hal serupa “amrun khariqun lil’adah maqrunun bit tahaddiy salimun ‘anil mu’arradlah”, yang artinya sesuatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak dapat ditandingi.[7]
Sedangkan kalimat I’jazul Qur’an merupakan bentuk idhafah, menurut Imam Zarqani “I’jazul Qur’an” secara bahasa berarti ditetapkannya Al-Qur’an itu melemahkan bagi yang akan menandinginya. Adapun pengertian mu’jizat menurut para teologi (mutakallimin) adalah munculnya sesuatu hal yang berbeda dengan kebiasaan yang terjadi di dunia (Khariqul ‘Adah) untuk menunjukkan kebenaran kenabian (Nubuwwah) para Nabi. Al-Qaththan mendifiniskan I’jazul Qur’an dengan :
إِظْهَارُ صِدْقِ النَّبِيِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى دَعْوَى الرِّسَالَةِ بِاظهَارِ عَجْزِ الْعَرَبِ عَنْ مُعَجِزَتِهِ اْلخَالِدَةِ وَهِيَ اْلقُرْانُ وَعَجْرِ اْلأَجْيَالِ بَعْدَهُمْ
“Memperlihatkan kebenaran Nabi SAW. atas pengakuan kerasulannya, dengan cara membuktikan kelemahan orang Arab dan generasi sesudahnya untuk menandingi kemukjizatan Al-Qur'an”.
I’jazul Qur’an adalah kekuatan, keunggulan, keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an yang menetapkan kelemahan manusia, baik secara terpisah maupun berkelompok-kelompok, untuk bisa mendatangkan minimal yang menyamainya.[8] Yang dimakud dengan I’jazul Qur’an dalam pembicaraan ini ialah menampakkan kebenaran Nabi dalam pengakuannya sebagai seorang Rasul dengan menampakkan kelamahan orang Arab dengan mukjizatnya yang abadi, yaitu Al-Qur’an, dan kelemahan-kelamahan generasi sesudah mereka.[9]
B.     Bukti Historis Kegagalan Menandingi Al-Qur’an
Sebuah mu’jizat dikatakan melemahkan karena manusia merasa lemah untuk mendatangkan semisalnya, sebab mu’jizat bertentangan dengan adat, keluar dari batas-batas kebiasaan yang diketahui. Dan yang dimaksud dengan kemu’jizatan Al-Qur’an bukan berarti melemahkan manusia dengan pengertian melemahkan sebenarnya, maksudnya memberi pengertian kepada mereka atas kelemahannya untuk mendatangkan Al-Qur’an dan lebih dari itu untuk membuktikan bahwa Muhammad itu betul-betul seorang Rasul.[10]
Rasulullah telah meminta orang Arab menandingi Qur’an dalam empat tahapan, antara lain :
1.      Menantang mereka dengan seluruh Qur’an dalam uslub umum yang meliputi orang Arab sendiri dan orang lain secara bersatu padu melalui firman Allah :
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَىٰ أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَٰذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا
Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".(Q.S.Al-Isra’ : 88).[11]
2.      Menantang mereka dengan sepuluh surah saja dari Qur’an dalam firman Allah :
أمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (١۳)فَإِلَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا أُنْزِلَ بِعِلْمِ اللَّهِ وَأَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ(١٤)
13. Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar". 14. Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka ketahuilah, sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?(Q.S.Hud.13-14).[12]
3.      Menantang mereka dengan satu surah saja dalam firman Allah :
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya". Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar". (Q.S.Yunus : 38).
4.      Menantang mereka dengan satu surah saja yang sebagiannya saja semisal dari Al-Qur’an :
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.(Q.S.Al-Baqarah : 23).[13]
Dengan demikian dapat diketahui bahwa I’jazul Qur’an mempunyai beberapa tujuan, antara lain :
Ø  Untuk membuktikan kerasulan Nabi Muhammad SAW.
Ø  Untuk membuktikan bahwa kitab suci Al-Qur’an benar-benar merupakan wahyu dari Allah.
Ø  Untuk menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasa manusia.
Ø  Untuk menunjukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa manusia.[14]
C.    Macam-macam Mukjizat Al-Qur’an
Para ulama’ berlainan keterangan dalam menjelaskan macam-macam mukjizat Al-Qur’an. Hal ini disebabkan perbedaan tinjauan masing-masing. Dr. Abd. Rozzaq Naufal, dalam kitab Al-I’jazu Al-Adadi Lil Qur’anil Karim menerangkan bahwa i’jazul qur’an itu ada empat macam, sebagai berikut :
1.      Al-I’jaz balaghi (kemukjizatan segi sastra balaghahnya).
2.      Al-I’jazut tasyri’i (kemukjizatan segi pensyariatan hukum ajarannya).
3.      Al-I’jazul ilmu (kemukjizatan segi ilmu pengetahuan).
4.      Al-I’jazul adadi (kemukjizatan segi kuantity atau matematis/statistik).[15]
Quraish Shihab memandang kemukjizatan Al-Qur’an dalam 3 aspek, yaitu Aspek keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya, berita tentang hal-hal ghaib, dan isyarat-isyarat ilmiah (kejadian-kejadian alam).
Ismail Ibrahim dalam buku yang berjudul al-qur’an wa I’jazihi al-ilmi mengatakan, orang yang mengamati al-qur’an dengan cermat, mereka akan mengetahui bahwa kitab itu merupakan gudang berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan. Beliaupun menyimpulkan bahwa fokus kemukjizatan Al-Qur’an adalah I’jazil ilmi.
Sedangkan Ali Ash Shabumi dalam kitab At-Tibyan menyebutkan bahwa segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an sebagai berikut :
1.      Susunan kalimatnya yang indah.
2.      Terdapat uslub (cita rasa bahasa) yang unik, berbeda dengan semua uslub-uslub bahasa Arab.
3.      Menantang semua makhluk membuat satu ayat saja yang bisa menyamai Al-Qur’an, tapi tantangan itu tidak pernah bisa dipenuhi sampai sekarang ini.
4.      Membentuk perundang-undangan yang memuat prinsip dasar dan sebagian memuat detail rinci yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia melebihi setiap undang-undang ciptaan manusia.
5.      Menerangkan hal-hal ghaib yang tidak diketahui bila mengandalkan akal semata-mata.
6.      Tidak bertentangan dengan pengetahuan ilmiah (ilmu pasti, science).
7.      Tepat terbukti semua janji (ramalan) yang dikabarkan dalam Al-Qur’an.
8.      Mengandung prinsip-prinsip ilmu pengetahuan ilmiah di dalamnya.
9.      Berpengaruh kepada hati pengikut dan musuhnya.[16]
Dalam sebuah kitab yang berjudul “Al-I’jaz Qur’any fi Wujuhil Muktasyifah” dijelaskan bahwa macam-macam i’jazul Qur’an antara lain : i’jaz balagh (berita hal ghaib), i’jaz tasyri’(perundang-undangan), i’jaz ilmi, i’jaz lughawi (keindahan redaksi), i’jaz thiby (kedokteran), i’jaz falaky (astronomi), i’jaz adady (jumlah), i’jaz i’lami (informasi), i’jaz thabi’i (fisika), dan lain sebagainya.[17] Dan masih terdapat banyak ulama’ yang berbeda pendapat tentang macam-macam i’jazul qur’an.
D.    Kadar Kemukjizatan Al-Qur’an
1.      Golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa kemukjizatan itu berkaitan dengan keseluruhan Al-Qur’an, bukan dengan sebagiannya atau dengan setiap surahnya secara lengkap.
2.      Sebagian ulama’ berpendapat sebagian kecil atau sebagian besar dari Al-Qur’an, tanpa harus satu surah penuh, juga merupakan mukjizat, berdasarkan firman Allah :
فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِين
Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar.(Q.S. At-Tur:34).
3.      Ulama’ yang lain berpendapat, kemukjizatan itu cukup hanya dengan satu surah lengkap sekalipun pendek, atau dengan ukuran satu surah, baik satu ayat atau beberapa ayat.[18]
E.     Aspek-aspek Kemukjizatan Al-Qur’an
Ø  Segi bahasa dan susunan redaksinya
Para sejarawan menyatakan bahwa bangsa Arab mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa lain, baik sebelum maupun sesudah mereka, dalam hal balaghah (kefasihan bahasa). Karena sebab itulah, maka Al-Qur’an menantangnya. Mengahadapi tantangan Al-Qur’an yang berat dan hebat ini, mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain berpaling kepada tindakan-tindakan peperangan dengan mengerahkan harta dan jiwa mereka untuk menghalangi dakwah Al-Qur’an tanpa berani menghadapinya sesuai dengan tantangannya. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak bisa dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuisi, sya’ir atau prosa (natsar), memberikan penjelasan dalam sastra yang tidak sampai oleh selain mereka.[19]
Al-Qur’an menggunakan gaya bahasa yang sangat indah dan berbeda dengan gaya bahasa yang dikenal dalam bahasa Arab. Al-Qur’anul Karim tidak dapat disejajarkan oleh bentuk gaya bahasa apapun, sebab Al-Qur’an tidak bergaya bahasa sya’ir dan tidak pula bergaya bahasa prosa. Hal itu sudah dibuktikan oleh tokoh-tokoh sastrawan dan orator yang ulung seperti Walid bin Mughirah dan Utbah bin Rabi’ah.[20]
Ketika Walid bin Mughirah datang kepada Nabi, kemudian Nabi membacakan Al-Qur’an dihadapannya maka seolah-olah hati Walid menjadi lembut karenanya. Dan Walid berkata: “Tidak ada seorangpun yang lebih pandai dari aku, tentang sya’ir, prosa, qasidah, tidak pula dalam sya’ir-sya’ir jin. Demi Allah, ucapannya itu (Al-Qur’an) manis dan indah, di atasnya bagai berbuah dan di bawahnya sangat subur. Sungguh Al-Qur’an itu tinggi dan tidak ada yang melebihinya”.[21]
Uslub atau susunan kalimat Al-Qur’an mempunyai beberapa keistimewaan sebagai berikut :
1.      Susunan suara kata-kata yang digunakan Al-Qur’an terasa lembut dan indah diucapkan.
2.      Bahasa Al-Qur’an dapat diterima oleh semua lapisan manusia, baik oleh orang awam maupun kaum cendekiawan.
3.      Sejalan dengan akal sehat dan dapat menyentuh perasaan, artinya Al-Qur’an dapat memberikan doktrin kepada akal dan hati sanubari.
4.      Secara utuh keindahan sajian Al-Qur’an serta susunan keindahan bahasanya tak ubahnya suatu bingkai yang dapat memukau akal dan memusatkan tanggapan serta perhatiannya tentunya bagi orang yang memperhatikannya.
5.      Kaya akan ragam kata dan kalimat, sehingga memancarkan keindahan bahasa dan keluwesan maknanya.
6.      Susunan Al-Qur’an mudah dipahami oleh semua lapisan masyarakat.[22]
Ø  Segi isyarat ilmiah
Pemaknaan kemukjizatan Al-Qur’an dalam segi ilmiyah adalah dorongan serta stimulasi Al-Qur’an pada manusia untuk selalu berpikir keras atas dirinya sendiri dan alam sekitar yang mengitarinya. Al-Qur’an memberikan ruangan yang sebebas-bebasnya pada pergaulan pemikiran ilmu pengetahuan sebagaimana halnya tidak ditemukan pada kitab-kitab agama lainnya yang malah cenderung restriktif. Pada akhirnya teori ilmu pengetahuan yang telah lulus uji kebenaran ilmiahnya akan selalu koheren dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an dalam mengemukakan dalil-dalil, argument, serta penjelasan ayat-ayat ilmiah, menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah yang sebagiannya baru terungkap pada zaman atom, planet, dan penaklukan angkasa luar sekarang ini. Salah satu contohnya ialah pada Q.S Al-Anbiya’: 30 “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”.[23]
Selain isyarat ilmiah di atas yang merupakan ilmu astronomi, Al-Qur’an juga menjelaskan tentang ilmu-ilmu lain, seperti fisika (Al-Dzariyat: 47), biologi (Al-Infithar: 6), geologi (Al-Naba’:6-7), kimia (Al-Anbiya’: 30), ilmu kesehatan (Al-Baqarah: 173), ilmu pertanian (Al-Hijr: 19), hidrologi (Al-Ibrahim: 32), demografi atau kependudukan (An-Nisa’: 9), ekonomi dan perdagangan (Al-Baqarah: 275), dan lain sebagainya.[24]
Ø  Segi pemberitaan yang ghaib
Surat-surat dalam Al-Qur’an mancakup banyak berita tentang hal ghaib. Kapabilitas Al-Qur’an dalam memberikan informasi-informasi tentang hal-hal ghaib seakan menjadi prasyarat utama penopang eksistensinya sebagai kitab mukjizat.[25] Adapun contoh segi pemberitaan tentang hal-hal ghaib antara lain :
1.      Kegaiban masa lampau, Al-Qur’an sangat jelas dan fasih dalam menjelaskan cerita masa lalu seakan-akan menjadi saksi mata yang langsung mengikuti jalannya cerita dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang tidak terbukti kebenarannya. Contoh dalam Q.S Yunus: 92.
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً ۚ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ
Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. (Yunus : 92).
Dalam ayat ini Allah menginformasikan bahwa tubuh kasar Fir’aun diselamatkan Tuhan, dalam arti tidak hancur. Kenyataan menunjukkan bahwa tubuh Fir’aun itu sampai sekarang masih ada di Mesir. Menurut syarah, setelah tenggelam mayat Fir’aun ditemukan di pantai, lalu dibalsem oleh orang-orang Mesir.[26]
2.      Kegaiban masa sekarang. Contoh, terbukanya niat busuk orang munafik di masa Rasulullah. Dan ini terdapat dalam firman Allah Q.S Al-Baqarah: 204 “ Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya pada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras”.[27]
3.      Kegaiban masa yang akan datang.
غُلِبَتِ الرُّوم(٢) فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ (۳)فِي بِضْعِ سِنِينَ ۗ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ ۚ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ(٤)
2.Telah dikalahkan bangsa Rumawi, 3.di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, 4. dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman. (Ar-Rum :2-4).
Dalam ayat ini Allah menyatakan, setelah kerajaan Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel kalah, ia akan menang kembali dalam peperengan melawan musuhnya. Apa yang dinyatakan Al-Qur’an tersebut terbukti kebenarannya sembilan tahun kemudian.[28]
Ø  Segi petunjuk penetapan hukum syara’
Di antara hal-hal yang mencengangkan akal dan tak mungkin dicari penyebabnya selain bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah, adalah terkandungnya syari’at paling ideal bagi umat manusia, undang-undang yang paling lurus bagi kehidupan, yang dibawa Al-Qur’an untuk mengatur kehidupan manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Contohnya antara lain :
1.      Keadilan. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (Q.S. An-Nahl: 90).
2.      Pertahanan untuk menghancurkan fitnah dan agresi. “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang dzalim”. (Q.S. Al-Baqarah: 193).[29]
Al-Qur’an merupakan sebuah ajaran dan petunjuk guna menjadi pedoman hidup (way of life) umat manusia. Ajaran-ajarannya begitu luas dan dalam. Sedangkan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya lengkap selaras dengan tuntutan hati nurani manusia, kapan dan dimana saja mereka berada menjadi rahmat bagi alam semesta (rahmatallil’alamin).





BAB III
PENUTUP
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mukjizat hanya diberikan oleh Allah kepada para Nabi atau Rasul-Nya, untuk menumbangkan kepercayaan manusia yang telah mempertuhankan selain Allah SWT. Dalam hal ini mukjizat yang ada pada Nabi Muhammad SAW berupa Al-Qur’an, yang jelas berbeda dengan mukjizat para Nabi sebelumnya. I’jazul Qur’an melebihi segalanya dan keutamaan mukjizat Al-Qur’an ini bukan hanya ditujukan pada bangsa Arab, namun diperuntukkan pada seluruh alam.
Demikianlah makalah yang dapat penulis paparkan. Semoga dapat berguna sebagaimana mestinya.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. 2001. Jakarta : Pustaka Litera AntarNusa
Kusnanto, Najib. Qur’an Hadits.Sragen : Arifandani
Shihab, Quraish. Sejarah ‘Ulumul Qu’an. 2001. Jakarta : Pustaka Firdaus
Suhadi. Ulumul Qur’an. 2011. Kudus : Nora Media Enterprise
Syadali, Ahmad. Ulumul Qur’an. 1997. Bandung : Pustaka Setia
http://iirmakalahtarbiyah.blogspot.com/2010/10/makalah-ulumul-quran-ijaz-al-quran.html




[1] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Jakarta : Pustaka Litera AntarNusa, 2001), hlm. 370
[2]Ibid.
[3] Quraish Shihab, Sejarah Ulumul Qur’an, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2001), cet. 3, hlm. 105
[4] Suhadi, Ulumul Qur’an, (Kudus : Nora Media Enterprise, 2011), cet. 1, hlm. 249
[5] Manna’ Khalil al-Qattan, op. cit, hlm. 371
[6] Suhadi, op. cit, hlm. 250
[7]Ibid,
[8]Ibid, hlm. 251
[9] Manna’ Khalil al-Qattan, loc. Cit.
[10]Suhadi, op. cit, hlm. 252

[11] Sebenarnya tantangan ini hanya ditujukan kepada manusia, tidak meliputi jin, karena jin bukan bangsa berbahasa Arab yang dalam gaya bahasa itu Qur’an diturunkan. Tetapi jin disebut-sebut di sini untuk menunjukkan betapa hebat kemukjizatan Qur’an itu. Sebab andai kata manusia dan jin berkumpul dan bekerja sama tidak mampu menandingi, maka jika hanya jin atau manusia saja tentu akan lebih tidak mampu lagi.
[12] Yakni Allah saja yang dapat membuat al-Qur’an itu.
[13] Ayat ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al-Qur’an itu tidak dapat ditiru, walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastra dan bahasa karena ia merupakan mu’jizat Nabi Muhammas s.a.w.
[14] Ahmad Syadali dan Ahmad Rafi’i, Ulumul Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 1997), hlm. 11
[15] Contoh: kata Iblis disebutkan dalam Qur’an sampai 11 kali/ayat. Maka ayat yang menyuruh mohon perlindungan dari iblis juga disebutkan 11 kali. Kata sihir dengan segala bentuk tasrifnya dalam Qur’an disebutkan 60 kali/ayat dan kata fitnah yang merupakan sebab dari sihir juga disebut sampai 60 kali. Dan lain sebagainya.
[16] Suhadi, op. cit, hlm. 259
[17] http://iirmakalahtarbiyah.blogspot.com/2010/10/makalah-ulumul-quran-ijaz-al-quran.html

[18] Manna’ Khalil al-Qattan, op. cit, hlm. 379
[19] Suhadi, op. cit, hlm, 262
[20] Najib Kusnanto, Qur’an Hadits (Sragen : Arifandani), hlm. 11
[21] Dalam percakapnnya dengan Abu Jahal
[22] Ibid, hlm. 12
[23] Dalam ayat ini terdapat isyarat ilmiah tentang sejarah tata surya dan asal mulanya yang padu, kemudian terpisah-pisahnya benda-benda langit (planet-planet), sebagian dari yang lain secara gradual. Begitu juga di dalamnya terdapat isyarat tentang asal-usul kehidupan, yaitu dari air.
[24] Quraish Shihab, op. cit, hlm. 150
[25] Suhadi, op cit, hlm. 265
[26] Ahmad Syadali dan Ahmad Rafi’i, op. cit, hlm. 14
[27] Suhadi, op. cit, hlm. 266
[28] Ahmad Syadali dan Ahmad Rafi’i, loc. cit,
[29] Suhadi, op. cit, hlm. 267