BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendekatan dalam studi Islam adalah upaya untuk
memahami, dan menjelaskan Islam sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki.
Pendekatan dalam studi Islam bertujuan untuk mencapai pemahaman yang benar
tentang apa yang dimaksudkan oleh agama Islam yang bersumber dari Al-Quran dan
Hadits.
Model pendekatan dalam studi Islam terus
berkembang hingga saat ini. Perkembangan model pendekatan dalam studi
Islam tidak dapat dipisahkan dari perkembangan zaman. Perkembangan zaman menyebabkan
munculnya fenomena dan permasalahan yang belum ada pada zaman Nabi
Muhammad SAW dan para sahabat. Masyarakat membutuhkan pendekatan dalam studi
Islam yang jelas dan menyeluruh. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai model
pendekatan dalam studi Islam.
Salah satu model pendekatan dalam studi Islam
yang digunakan oleh para cendekiawan muslim saat ini adalah pendekatan
hermeneutika. Pendekatan hermeneutika merupakan pendekatan yang diadopsi dari
Barat. Dalam hal ini, hermeneutika sebagai metode pembacaan teks telah
dikenal luas dalam berbagai bidang keilmuan Islam tradisional, terutama dalam
tradisi Fiqh dan tafsir al-qur’an. Oleh karena itu, hermeneutika
dalam kajian Islam juga perlu dipelajari untuk menambah khazanah keilmuan dan
dapat memberikan pengetahuan baru terhadap bagaimana memahami teks serta
penafsiran terhadap teks yang akan diteliti.
Sebagaimana
yang diketahui, bahwa al-Qur’an mampu menjawab berbagai persoalan yang terjadi
di masyarakat. Agar al-Qur’an dapat diterima di semua kalangan dan sesuai
dengan perkembangan zaman, maka perlu dilakukan penafsiran terhadap al-Qur’an
dan as-Sunnah. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya hermeneutika
terhadap teks-teks keislaman, yakni al-Qur’an dan as-Sunnah.
Akhir-akhir
ini hermeneutika menjadi perbincangan yang kian menarik perhatian banyak ilmuan
dan ulama, khususnya di Indonesia. Tidak hanya karena
hermeneutik relatif mengemuka dan semakin populer di tengah-tengah masyarakat, bahkan
implikasi yang ditimbulkan dari pendekatan yang ditawarkan hermeneutika
terhadap penafsiran Al-Qur'an seringkali memicu kontroversi di kalangan umat
Islam. Bahkan beberapa ulama dengan tegas menolak rekomendasi hermeneutik
sebagai salah satu metode istinbat hukum. Dari sini, penulis akan mencoba
memaparkan tentang pendekatan studi Islam melalui pendekatan Hermeneutika.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian pendekatan hermeneutika?
2.
Bagaimana
sejarah perkembangan Hermeneutika?
3.
Bagaimana
pendekatan Hermeneutik dalam kajian Islam?
4.
Apa
probelamatika pendeketan Hermenutik dalam kajian Islam?
5.
Apa
yang diberikan hermeneutika dalam khazanah Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendekatan Hermeneutik
Kata Hermeneutik berasal dari bahasa
Yunani hermeneia (kata benda), hermeneuein (kata kerja) yang
berarti menafsirkan. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan kata to
interprete. Dari asal katanya, hermeneutika merupakan kegiatan menafsirkan
atau to interprete yang mengasumsikan pada proses membawa sesuatu untuk
dipahami. Dengan demikian, istilah menafsirkan ini dapat disebut juga dengan
istilah memahami.[1]
Kata Hermeneutik sering
diasosiasikan dengan nama salah seorang dewa Yunani, Hermes yang dianggap
sebagai utusan para dewa bagi manusia. Hermes adalah utusan para dewa langit untuk
membawa pesan kepada manusia. Pengasosiasian Hermeneutik dengan Hermes ini
sekilas menunjukkan adanya tiga unsur yang pada akhirnya menjadi variabel utama pada kegiatan manusia dalam memahami,
yaitu:
1. Tanda, pesan atau teks
yang menjadi sumber atau bahan dalam penafsiran yang diasosiasikan dengan pesan
yang dibawa oleh Hermes.
2. Perantara atau penafsir
(Hermes).
3. Penyampaian pesan itu oleh
sang perantara agar bisa dipahami dan sampai kepada yang menerima.[2]
Beberapa kajian menyebut
bahwa hermeneutika adalah proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan
menjadi tahu atau mengerti. Definisi ini agaknya definisi yang umum, karena
jika melihat terminologinya, kata Hermeneutika ini bisa diderivasikan ke dalam
tiga pengertian:
1. Pengungkapan pikiran dalam
kata-kata, penerjemahan dan tindakan sebagai penafsir.
2. Usaha mengalihkan dari
suatu bahasa asing yang maknanya gelap tidak diketahui ke dalam bahasa lain
yang bisa dimengerti oleh si pembaca.
3. Pemindahan ungkapan
pikiran yang kurang jelas, diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas.
Secara lebih luas
Hermeneutika didefinisikan oleh Zygmunt sebagai upaya menjelaskan dan
menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah ucapan atau tulisan yang
tidak jelas, kabur, remang-remang dan kontradiktif yang menimbulkan kebingungan
bagi pendengar atau pembaca.[3] Hermeneutika
adalah cara “untuk bergaul” dengan bahasa.[4]
Sedangkan dalam
epistimologi ilmu-ilmu keislaman hermeneutika juga disebut dengan epistimologi
bayani yaitu dalam bahasa Arab berarti penjelasan. Arti asal katanya adalah
menyingkap dan menjelaskan sesuatu, yaitu menjelaskan maksud suatu pembicaraan
dengan menggunakan lafal yang baik atau komunikatif.[5]
B.
Sejarah
Perkembangan Hermeneutik
Istilah hermenutika pertama kali
ditemukan dalam karya Plato. Plato dengan jelas menyatakan hermeneutika
memiliki arti menunjukkan sesuatu. Dalam Timeus Plato, kata hermenutika
dikaitkan dengan otoritas kebenaran. Stoicisme mengembangkan hermeneutika sebagai
ilmu interpretasi alegoris. Metode alegoris dikembangkan Philo of Alexandria.
Ia mengajukan metode typology yang menyatakan bahwa pemahaman makna spiritual
teks tidak berasal dari teks itu sendiri, tetapi kembali pada sesuatu yang di
luar teks.
Menurut Hamid Fahmi Zarkasyi,
sejarah hermeneutika terbagi menjadi tiga fase yaitu:
1.
Dari
mitologi Yunani ke teologi Yahudi dan Kristen.
2.
Dari
teologi Kristen yang problematik ke gerakan rasionalisasi dan filsafat.
3.
Dari
hermeneutika filosofis menjadi filsafat hermeneutika.[6]
Pada awalnya, pendekatan hermeneutik
banyak dipakai dalam penafsiran kitab suci Injil. Pada abad XX, kajian
hermeneutik berkembang ke wilayah kajian sejarah, hukum, filsafat, kesusateraan
dan ilmu lainnya tentang kemanusiaan.[7]
Perkembangan hermeneutika dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1.
Hermeneutika
sebagai Teori Eksegesis Bibel
Perkembangan hermeneutik dalam tahap ini merujuk pada
prinsip-prinsip interpretasi yang digunakan pada kitab suci Bibel. Pada waktu
itu, di lingkungan Protestan menggunakan buku Hermeneutica Sacra Siva
Methodus Exponendarum Sacrarum Litterarum karya JC. Dannhauer untuk
membantu para pendeta dalam menafsirkan Bibel. Buku ini terbit pada tahun 1654.
2.
Hermeneutika
sebagai Metodologi Filologi
Dalam tahap ini, hermeneutika tidak
hanya digunakan untuk meneliti dan mengkaji teks-teks kitab suci tetapi juga
untuk menginterpretasi teks-teks kuno lainnya. Hermeneutika ini muncul seiring
dengan terbitnya buku pedoman hermeneutika karya Johan August Ernesti pada
tahun 1761.
3.
Hermeneutika
sebagai Ilmu Pemahaman Linguistik
Hermeneutika ini merupakan konsep
hermeneutika yang lebih luas dari hermeneutika sebagai metodologi filologi.
Hermeneutika sebagai ilmu pemahaman linguistik ini berupaya memberikan
penafsiran tidak hanya terbatas pada teks-teks tertulis saja, baik teks-teks
sakral maupun bukan. Hermeneutika ini lebih bersifat umum. Tokoh yang memulai
hermeneutika ini adalah Schleirmacher (1768-1834).
4.
Hermeneutika
sebagai Fondasi Metodologis Geisteswissenschaften
Hermeneutika ini dipopulerkan oleh
Wilhelm Dilthey pada abad ke-19. Dalam tahap ini, hermeneutika tidak hanya
memberikan penafsiran terhadap teks saja, tetapi juga dapat digunakan untuk
menafsirkan semua jenis ekspresi manusia (geisteswissenschaften), baik
yang berupa praktek sosial, sejarah, karya seni, dan lain-lain.
5.
Hermeneutika
sebagai Fenomenologi Dassein dan Pemahaman Eksistensial
Perkembangan hermeneutika pada tahap
ini tidak lagi mengacu pada ilmu/kaidah interpretasi teks atau fondasi
metodologi geisteswissenschaften, tetapi merupakan penjelasan
fenomenologis tentang keberadaan manusia. Model hermeneutika ini dibawa oleh
Martin Heidegger dalam bukunya Being and Time (1927), kemudian Gadamer dalam
Truth and Method (1960).
6.
Hermeneutika
sebagai Sistem Interpretasi
Paul Ricoeur dalam karyanya De
I’nterpretation (1965) menggunakan hermeneutika untuk menafsirkan teks
partikular, baik yang berupa simbol dalam mimpi ataupun mitos-mitos yang hidup
dalam masyarakat atau sastra. Adapun simbol yang menjadi fokus dalam hermeneutika
ini adalah simbol yang mempunyai makna equivokal atau multi makna.[8]
C.
Pendekatan
Hermeneutik dalam Kajian Islam
Hermeneutik
dalam pemikiran Islam pertama-tama diperkenalkan oleh Hasan Hanafi dalam
karyanya yang berjudul Les methods d’exeges. Essai sur la Science des
Fordements de la Comprehension, ‘Ilm Ushul al-Fiqh (1965), sekalipun
tradisi Hermeneutik telah dikenal luas diberbagai ilmu-ilmu Islam tradisional,
terutama tradisi ushul al-fiqh dan tafsir al-Qur’an. Satu hal
yang menunjol dari Hermeneutik Hasan Hanafi dalam pemikirannya secara umum
adalah muatan idiologisnya yang syarat-syarat dan maksudnya sangat praksis.
Tipikal pemikiran revolusioner semacam ini, justru sangat berbeda dengan
meinstream umat Islam yang masih terkungkung oleh lembaga-lembaga
tradisionalisme dan ortodoksi.
Hermeneutik
pada dasarnya merupakan suatu metode penafsiran yang berangkat dari analisis
bahasa dan kemudian melangkah keanalisis konteks, untuk kemudian “menarik”
makna yang didapat ke dalam ruang dan waktu saat proses pemahaman dan
penafsiran tersebut dilakukan. Jika pendekatan hermeneutika ini dipertemukan
dengan kajian al-Qur’an, maka persoalan dan tema pokok yang dihadapi adalah
bagaiman teks al-Qur’an hadir di tengah masyarakat, lalu dipahami, ditafsirkan,
diterjemahkan, dan didialogkan dengan dinamika realitas historisnya.[9]
Lebih
jauh merumuskan metode tersebut, Fahrudin Faiz dalam Hermeneutika al-Qur’an
menyatakan, ketika asumsi-asumsi hermeneutika diaplikasikan pada Ulumul
al-Qur’an, ada tiga variable yang harus diperhatikan, yaitu teks, konteks,
dan kontekstualisasi. Tentang teks, sudah jelas ulumul al-Qur’an telah
membahasanya secara detail, misalnya dalam sejarah pembukuan mushaf al-Qur’an
dengan metode riwayat. Tentang konteks, ada kajian asbabul nuzul, nasikh
mansukh, makki-madani yang katanya menunjukkan perhatian terhadap aspek
“konteks” dalam penafsiran al-Qur’an. Namun, Fahruddin Faiz menyatakan bahwa
kesadaran konteks hanya membawa ke masa lalu. Maka harus ditambah variable kontekstualisasi,
yaitu menumbuhkan kesadaran akan kekinian dan segala logika serta kondisi yang
berkembang didalamnya. Variabel kontekstualisasi ini adalah perangkat
metodologis agar teks yang berasal dari masa lalu dapat dipahami dan bermanfaat
bagi masa sekarang.[10]
Dalam
hal ini dapat dicontohkan dalam QS. Al-Maidah: 38 tentang hukum potong tangan
dalam al-Qur’an. Meski secara tegas dalam al-Qur’an tertulis kewajiban hukum
potong tangan bagi pencuri, namun hal tersebut dapat dipahami secara berbeda.
Dalam kacamata Hermeneutik, pesan yang hendak disampaikan adalah adanya
keadilan dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Hak untuk memiliki suatu benda
tidak boleh dicapai dengan cara-cara yang mengesampingkan aturan-aturan yang
ada. Pada masa teks tersebut turun, keadaan sosial masyarakat
Arab ketika itu memang meniscayakan adanya hukum potong tangan. Suatu konstruk
budaya Arab ketika itu memang menghendaki adanya hukum potong tangan bagi
pencuri. Namun, karena kondisi sosial budaya masyarakat yang tidak sama, maka
substansi dari hukum potong tangan lebih dikedepankan. Di Indonesia, hukum
potong tangan diganti dengan hukum penjara, suatu upaya yang secara substantif
sama dalam mencegah pengulangan kejahatan yang sama.[11]
D.
Problematika
Pendekatan Hermeneutik dalam Kajian Islam
Identitas
dan pluralitas, dua unsur utama dalam kehidupan yang dapat
dikatakan merupakan pangkal berbagai problema manusia pasca-modern. Sebagai
entitas yang unik baik individual maupun sosial, setiap manusia berkepentingan
untuk merumuskan keberadaan dirinya dan mengenali porsi dan proporsi
kehidupannya. Dengan kesadaran dan pengetahuan akan eksistensi diri dan
kelompoknya inilah manusia mampu mengidentifikasi dirinya serta mengekspresikan
segala cipta, rasa, dan karsanya sesuai dengan konteks kehidupannya. Disisi
lain, adanya individu dan kelompok di luar dirinya, dengan konteks kehidupan
yang berbeda dan tentunya memiliki cipta, rasa, dan karsa yang berbeda,
menuntut setiap orang untuk tidak egois melampiaskan pemenuhan eksistensinya,
tetapi secara bijaksana menimbang keberadaan yang lain yang juga memerlukan
pemenuhan eksistensi.[12]
Di abad 21, seiring dengan
dahsyatnya globalisasi informasi dan teknologi, persoalan ini jelas semakin
krusial. Dalam ranah inilah kemudian muncul beragam perbedaan pandangan,
benturan antar keinginan, konflik kepentingan dan lain sejenisnya, dimana keragaman
dan benturan tersebut tidak jarang menginspirasi lahirnya aturan-aturan
bersama, kesepakatan sosial, dan lain sejenisnya.
Problema identitas dan
pluralitas ini pun tidak bisa dihindari juga melanda umat Islam. Mau tidak mau
umat Islam seakan dipaksa merumuskan kembali keberadaan dirinya di tengah
gempuran kenyataan bahwa ada banyak di luar dirinya yang selama ini tidak
disadari, termasuk pula banyaknya tantangan isu dan wawasan baru yang mencoba
menggugat rumusan identitas lama yang selama ini kukuh dipegangi “harus seperti
itu”. Di antara berbagai tantangan yang dimaksud adalah tawaran baru dari hermeneutika.
Keberadaan hermeneutika sebagai sebuah tawaran baru dalam dunia pembacaan kitab
suci menggoyang kemapanan Ulumul Qur’an yang sekian abad lamanya eksis di dunia
Islam sebagai sebentuk metodologi penafsiran kitab suci.
Menghadapi tawaran dan
tantangan baru ini, respon umat Islam sendiri dapat dikatakan sangat beragam.
Ada yang meng-iya-kan tawaran baru tersebut sambil menekankan aspek dinamis dan
progresif dari kehidupan, karena Ulumul Qur’an yang lama dibakukan tidak akan
selalu mampu mengikuti perkembangan zaman kalau tidak mencoba terus-menerus
merekonstruksi dirinya sesuai dengan perkembangan mutakhir peradaban ilmiah
manusia. Adapula yang menolak tawaran tersebut sambil menegaskan bahwa
identitas lama, termasuk pola penyikapan dan penafsiran terhadap al-Qur’an
adalah sudah final dan tidak boleh sama sekali diotak-atik. Mengotak-atik
hal-hal yang sudah lama diyakini kebenarannya sama artinya dengan meruntuhkan
keimanan dan berimplikasi keluar dari jalur keberagamaan Islam.[13]
Pendekatan hermeneutika
terhadap sebuah kitab suci, termasuk al-Qur’an, sering dipandang akan
melenyapkan sakralitas teks yang dimaksud, karena dengan hermenutika maka
segala pemahaman dan pemaknaan terhadap teks yang semula juga dipandang sama
sakralnya dengan teks itu sendiri, kini dianggap sekedar hasil karya manusia
biasa yang meruang waktu serta tidak bersih dari kesalahan.
Apabila dicermati, secara
umum argumentasi kelompok yang anti hermeneutik tersebut adalah sebagai
berikut:
a) Dari aspek perkembangan
historisnya, hermeneutik berasal dari tradisi Kristen, Barat, dan juga tradisi
Filsafat, sehingga tidak mustahil mengusung ideologi dan nilai-nilai Kristiani,
Barat, dan juga Filsafat, yang tidak pasti sesuai dengan Islam.
b) Sebenarnya umat Islam
telah memiliki metodologi sendiri dalam menginterpretasi al-Qur’an, yaitu
Ulumul Qur’an dan Ilmu tafsir al-Qur’an.
c) Berdasarkan akar katanya,
hermeneutika sering diasosiasikan dengan Hermes, yaitu seorang Dewa Yunani yang
bertugas menyampaikan pesan dari dunia dewa-dewa kepada manusia. Untuk
melaksanakan tugasnya ini, Hermes bertanggungjawab membuat penduduk bumi bisa
memahami apa kemauan dewa, sehingga sangat mungkin Hermes ini memilih cara dan
model ungkapan kata sendiri untuk disampaikan kepada manusia. Apabila dilihat
dari titik ini, maka harus ditegaskan meskipun fungsi-fungsinya sama, namun
Muhammad yang mengemban Risalah al-Qur’an tidaklah sama dengan Hermes. Kalau
Muhammad tidak berhak menginterpretasi dan menyadur Risalah serta selalu
mendapat pengawasan dari Allah agar tidak memanipulasi Risalah, tidak demikian
halnya dengan Hermes.
d) Dalam proses penafsiran,
hermeneutika tidak mementingkan urutan prosedural. Berbeda dengan Ulumul Qur’an
yang sangat mementingkan dimensi otentisitas dan prosedur periwayatan sebelum
menafsirkan.
e) Ruang lingkup kajian
hermeneutika berkisar pada tiga elemen pokok, yakni teks, interpreter dan
audien atau yang diistilahkan dengan triadic structure. Itu berarti
teori hermeneutika sangat simpel dan umum, tidak memberikan penjelasan yang
rinci untuk membimbing para mufassir menemukan sebuah penafsiran yang benar dan
representatif.[14]
f) Hermeneutika menghendaki
adanya pluralitas pemahaman yang mengimplikasikan adanya relatifitas kebenaran.[15]
Perbedaan pandangan dan
persepsi serta adu argumen pada dasarnya bukanlah sesuatu yang perlu
dirisaukan, asalkan setiap pihak yang berbeda pandangan saling memiliki niat
baik dan cita-cita memperbaiki. Mereka yang setuju dan mengusung ide-ide
hermeneutika karena melihat umat Islam terkungkung oleh dogmatisme keagamaan
serta mereka yang anti hermeneutik dengan semangat untuk mempertahankan
identitas keislaman, semuanya layak untuk mendapat apresiasi.[16]
E.
Konstribusi
Hermeneutik dalam Khazanah Islam
Seperti
yang telah dijelaskan di atas, bahwa hermeneutika tidak bisa lepas dari teks,
konteks, dan kontekstualisasi. Harus ditegaskan bahwa jalur teks, konteks, dan
kontekstualisasi ini hendaknya diaplikasikan secara dialektis-dialogis dan
berkesinambungan. Dengan secara intensif mendialogkan ketiga aspek tersebut
diharapkan seorang mufassir selain mampu menangkap tujuan utama dan spirit teks
sehingga tidak a-historis, juga mampu mengaplikasikan pemahamannya dalam
realitas kekinian, sehingga tidak a-sosial, tidak terasing dari ruang dan
waktunya. Dapat dikatakan dalam aspek dialektika teks, konteks, dan
kontekstualisasi inilah terletak kelemahan besar kitab-kitab tafsir klasik. Ada
kitab tafsir yang cenderung melihat teks saja, sehingga melahirkan pemaknaan
yang harfiah belaka. Ada tafsir yang cenderung melihat konteks saja, sehingga
melahirkan tafsir yang hanya melihat ideal-ideal pemaknaan masa lalu. Ada
tafsir yang hanya merumuskan cara mengaplikasikan al-Qur’an dalam kehidupan
kontekstual saja, sehingga terputus kaitannya dengan misi dan maksud awal
al-Qur’an.
Sumbangan
paling berharga dari hermeneutika dan dapat dikatakan membawa sebuah perspektif
baru dalam ilmu Tafsir al-Qur’an adalah berbagai tawaran teori dan konsep yang
berasal dari para tokoh hermeneutika filosofis dan kritis. Sumbangan dari para
tokoh secara umum adalah kesadaran akan adanya berbagai determinasi yang turut
menentukan sebuah proses pemahaman baik determinasi tersebut berasal dari wilayah
sosial, budaya, maupun politik. Kesadaran akan adanya determinasi-determinasi
ini pada akhirnya akan mengeliminasi setiap pemahaman dan penafsiran yang
merasa sebagai “obyektif” dan “tanpa kepentingan” serta “pasti benar”. Seperti
apapun jenis pemahaman dan penafsiran manusia, dibalik pemahaman tersebut pasti
ada kepentingan-kepentingan tertentu, baik kepentingan untuk merebut wacana,
kepentingan untuk mempertahankan status-quo agar pemaknaan dan pemahaman
berjalan seperti sedia kala, atau setidaknya suatu keinginan agar apa yang dilakukannya
adalah sesuatu yang benar. Kenyataan seperti ini tidak perlu dirisaukan selama
perebutan pemaknaan dan kompetisi pemahaman tersebut berjalan dalam satu ruang
publik yang sehat dan tidak ada pihak-pihak yang dengan kekuasaannya, baik
kekuasaan politik, sosial, maupun budaya melakukan hegemoni pemaknaan dan
meminggirkan segala pemaknaan lain yang tidak mendukungnya.
Dari
kesadaran hermeneutika inilah nantinya diharapkan bisa muncul dan berkembang
sikap inklusif dan toleran menghadapi keragaman. Harus diakui, kalangan umat
beragama memiliki satu penyakit yang dapat dikatakan akut dan menjadi sumber
berbagai konflik di kalangan mereka sendiri, yaitu truth claim. Truth Claim
ini terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang menyatakan bahwa miliknya,
pemikirannya, idenya, atau pandangannyalah yang paling benar, dan yang lain
salah. Dalam dunia penafsiran truth claim ini nampak dalam bentuk sikap
apriori dan memandang bahwa penafsiran dan pemahamannyalah yang paling benar
dan yang lain adalah salah.
Di
sinilah kiranya hermeneutika memberikan pelajaran bahwa sebenarnya setiap ide,
pemikiran, maupun penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh konteks dan misi serta
kepentingan dari sang penafsir, sehingga sangat tidak bijaksana untuk
menyalahkan yang lain dan membenarkan dirinya sendiri secara apriori, karena
betapapun adanya, baik pikiran yang lain maupun pikiran sendiri itu sangat
ditentukan oleh konteks masing-masing. Setiap pemahaman pasti ada sisi-sisi
kebenarannya namun juga tidak mungkin sempurna dan memiliki aspek-aspek
kelemahan dan kesalahan. Yang dapat dilakukan oleh setiap orang termasuk umat
beragama hanyalah berkarya dan berperilaku sebaik mungkin sesuai dengan
kebenaran yang diyakininya, sekaligus berlomba secara adil dan fair dengan
yang lain sebaik-baiknya dalam kebaikan.[17]
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan
bahwa:
1)
Hermeneutika adalah kegiatan menafsirkan atau to interprete yang mengasumsikan
pada proses membawa sesuatu untuk dipahami.
2)
Perkembangan
historis hermeneutika dimulai dari hermeneutika sebagai teori eksegesis bibel,
hermeneutika sebagai metodologi filologi, hermeneutika sebagai ilmu pemahaman
linguistik, hermeneutika sebagai fondasi metodologis geisteswissenschaften,
hermeneutika sebagai fenomenologi dassein dan pemahaman eksistensial, serta
hermeneutika sebagai sistem interpretasi.
3)
Pendekatan hermeneutika dalam kajian Islam
meliputi tiga variabel yang harus diperhatikan, yaitu teks, konteks, dan
kontekstualisasi.
4)
Aplikasi
pendekatan hermeneutik terhadap teks-teks keislaman dapat dilihat dari kajian
hermeneutik terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah agar ketentuan-ketentuan yang
telah dijelaskan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dapat digunakan untuk masyarakat
sepanjang masa. Meskipun demikian, terjadi pro dan kontra dalam penggunakan
hermeneutika terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah.
5)
Konstibusi hermeneutik dalam kajian Islam
adalah adanya sikap inklusif dan toleran menghadapi keragaman penafsiran dan
pemahaman.
DAFTAR PUSTAKA
Ansori. 2009. “Teks
dan Otoritas (Memahami Pemikiran Hermeneutika Khaled M. Abou El-Fadl)” dalam Jurnal
Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an dan Hadis Vol. 10 No. 1. Yogyakarta: Jur. Tafsir Hadit.
Fahruddin Faiz. 2015. Hermeneutika al-Qur’an (Tema-tema
Kontroversial), Yogyakarta: Kalimedia.
Ma’mun Mu’min. 2015. Pendekatan
Studi Islam. Yogyakarta: IDEA Press.
Rofi’udin, “Hermeneutika sebagai Metode Tafsir al-Qur’an”
dalam
http://abuqiunsa.blogspot.com/2010/11/hermeneutika-sebagai-metode-penafsiran.html, diunggah pada 11 Desember 2010 (diunduh 8
September 2016)
Sahiron Syamsuddin. 2010. Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis. Sleman: eLSAQ.
Ulya. 2010. Berbagai Pendekatan Studi al-Qur’an. Yogyakarta: Idea Press.
Ulya. 2011. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Kudus: STAIN Press.
[2] Fahruddin Faiz, Hermeneutika al-Qur’an (Tema-tema Kontroversial), Kalimedia, Yogyakarta, 2015, cet. 1, hlm. 4.
[3] Ibid, hlm. 6
[4] Lurus Imam Santoso, Pendekatan
Hermeneutika dalam Studi Islam, dalam “Pendekatan Studi Islam”, (ed)
Ma’mun Mu’min, IDEA Press, Yogyakarta, 2015, hlm. 114.
[5] Ulya, Filsafat Ilmu Pengetahuan, STAIN Press, Kudus, 2011, hlm.
121.
[6] Saifuddin, “Hermeneutika Sufi (Menembus Makna di Balik Kata)” dalam
Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis, (ed) Sahiron Syamsuddin, eLSAQ, Sleman, 2010, hlm. 52.
[7] Ansori, “Teks dan Otoritas (Memahami Pemikiran Hermeneutika Khaled M.
Abou El-Fadl)” dalam Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an dan Hadis Vol. 10 No.
1, Jur. Tafsir Hadits, Yogyakarta, 2009, hlm.55.
[11] Rofi’udin,
“Hermeneutika sebagai Metode Tafsir al-Qur’an” dalam
http://abuqiunsa.blogspot.com/2010/11/hermeneutika-sebagai-metode-penafsiran.html, diunggah
pada 11 Desember 2010 (diunduh 8 September 2016)
[12] Fahruddin Faiz, Op. Cit, hlm. 29.
[13] Ibid, hlm. 30
[14] Ibid, hlm. 36
[15] Ibid, hlm. 45
[16] Ibid, hlm. 37
KISAH CERITA SUKSES
BalasHapusASSALAMUALAIKUM SAYA INGIN BERBAGI CARA SUKSES SAYA NGURUS IJAZAH saya asal dari jawa timur sedikit saya ingin berbagi cerita masalah pengurusan ijazah saya yang kemarin hilang mulai dari ijazah SD sampai SMA, tapi alhamdulillah untung saja ada salah satu keluarga saya yang bekerja di salah satu dinas kabupaten di wilayah jawa timur dia memberikan petunjuk cara mengurus ijazah saya yang hilang, dia memberikan no hp BPK DR SUTANTO S.H, M.A beliau selaku kepala biro umum di kantor kemendikbud pusat jakarta nomor hp beliau 0823-5240-6469, alhamdulillah beliau betul betul bisa ngurusin masalah ijazah saya, alhamdulillah setelah saya tlp beliau di nomor hp 0823-5240-6469, saya di beri petunjuk untuk mempersiap'kan berkas yang di butuh'kan sama beliau dan hari itu juga saya langsun email berkas'nya dan saya juga langsung selesai'kan ADM'nya 50% dan sisa'nya langsun saya selesai'kan juga setelah ijazah saya sudah ke terima, alhamdulillah proses'nya sangat cepat hanya dalam 1 minggu berkas ijazah saya sudah ke terima.....alhamdulillah terima kasih kpd bpk DR SUTANTO S.H,M.A berkat bantuan bpk lamaran kerja saya sudah di terima, bagi saudara/i yang lagi bermasalah malah ijazah silah'kan hub beliau semoga beliau bisa bantu, dan ternyata juga beliau bisa bantu dengan menu di bawah ini wassalam.....
1. Beliau bisa membantu anda yang kesulitan :
– Ingin kuliah tapi gak ada waktu karena terbentur jam kerja
– Ijazah hilang, rusak, dicuri, kebakaran dan kecelakaan faktor lain, dll.
– Drop out takut dimarahin ortu
– IPK jelek, ingin dibagusin
– Biaya kuliah tinggi tapi ingin cepat kerja
– Ijazah ditahan perusahaan tetapi ingin pindah ke perusahaan lain
– Dll.
2. PRODUK KAMI
Semua ijazah DIPLOMA (D1,D2,D3) S/D
SARJANA (S1, S2)..
Hampir semua perguruan tinggi kami punya
data basenya.
UNIVERSITAS TARUMA NEGARA UNIVERSITAS MERCUBUANA
UNIVERSITAS GAJAH MADA UNIVERSITAS ATMA JAYA
UNIVERSITAS PANCASILA UNIVERSITAS MOETOPO
UNIVERSITAS TERBUKA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
UNIVERSITAS TRISAKTI UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
UNIVERSITAS BUDI LIHUR ASMI
UNIVERSITAS ILMUKOMPUTER UNIVERSITAS DIPONOGORO
AKADEMI BAHASA ASING BINA SARANA INFORMATIKA
UPN VETERAN AKADEMI PARIWISATA INDONESIA
INSTITUT TEKHNOLOGI SERPONG STIE YPKP
STIE SUKABUMI YAI
ISTN STIE PERBANAS
LIA / TOEFEL STIMIK SWADHARMA
STIMIK UKRIDA
UNIVERSITAS NASIONAL UNIVERSITAS JAKARTA
UNIVERSITAS BUNG KARNO UNIVERSITAS PADJAJARAN
UNIVERSITAS BOROBUDUR UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH UNIVERSITAS BATAM
UNIVERSITAS SAHID DLL
3. DATA YANG DI BUTUHKAN
Persyaratan untuk ijazah :
1. Nama
2. Tempat & tgl lahir
3. foto ukuran 4 x 6 (bebas, rapi, dan usahakan berjas),semua data discan dan di email ke alamat email bpk sutantokemendikbud@gmail.com
4. IPK yang di inginkan
5. universitas yang di inginkan
6. Jurusan yang di inginkan
7. Tahun kelulusan yang di inginkan
8. Nama dan alamat lengkap, serta no. telphone untuk pengiriman dokumen
9. Di kirim ke alamat email: sutantokemendikbud@gmail.com berkas akan di tindak lanjuti akan setelah pembayaran 50% masuk
10. Pembayaran lewat Transfer ke Rekening MANDIRI, BNI, BRI,
11. PENGIRIMAN Dokumen Via JNE
4. Biaya – Biaya
• SD = Rp. 1.500.000
• SMP = Rp. 2.000.000
• SMA = Rp. 3.000.000
• D3 = 6.000.000
• S1 = 7.500.000(TERGANTUN UNIVERSITAS)
• S2 = 12.000.000(TERGANTUN UNIVERSITAS)
• S3 / Doktoral Rp. 24.000.000
(kampus terkenal – wajib ikut kuliah beberapa bulan)
• D3 Kebidanan / keperawatan Rp. 8.500.000
(minimal sudah pernah kuliah di jurusan tersebut hingga semester 4)
• Pindah jurusan/profesi dari Bidan/Perawat ke Dokter. Rp. 32.000.000