Kamis, 13 Oktober 2016

hermenetik



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pendekatan dalam studi Islam adalah upaya untuk memahami, dan menjelaskan Islam sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki. Pendekatan dalam studi Islam bertujuan untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan oleh agama Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits.
Model pendekatan dalam studi Islam terus berkembang hingga saat ini. Perkembangan  model pendekatan dalam studi Islam tidak dapat dipisahkan dari perkembangan zaman. Perkembangan zaman menyebabkan munculnya fenomena  dan permasalahan yang belum ada pada zaman Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Masyarakat membutuhkan pendekatan dalam studi Islam yang jelas dan menyeluruh. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai model pendekatan dalam studi Islam.
Salah satu model pendekatan dalam studi Islam yang digunakan oleh para cendekiawan muslim saat ini adalah pendekatan hermeneutika. Pendekatan hermeneutika merupakan pendekatan yang diadopsi dari Barat. Dalam hal ini, hermeneutika sebagai metode pembacaan teks telah dikenal luas dalam berbagai bidang keilmuan Islam tradisional, terutama dalam tradisi Fiqh dan tafsir al-qur’an. Oleh karena itu, hermeneutika dalam kajian Islam juga perlu dipelajari untuk menambah khazanah keilmuan dan dapat memberikan pengetahuan baru terhadap bagaimana memahami teks serta penafsiran terhadap teks yang akan diteliti.
Sebagaimana yang diketahui, bahwa al-Qur’an mampu menjawab berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat. Agar al-Qur’an dapat diterima di semua kalangan dan sesuai dengan perkembangan zaman, maka perlu dilakukan penafsiran terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya hermeneutika terhadap teks-teks keislaman, yakni al-Qur’an dan as-Sunnah.
Akhir-akhir ini hermeneutika menjadi perbincangan yang kian menarik perhatian banyak ilmuan dan ulama, khususnya di Indonesia. Tidak hanya karena hermeneutik relatif mengemuka dan semakin populer di tengah-tengah masyarakat, bahkan implikasi yang ditimbulkan dari pendekatan yang ditawarkan hermeneutika terhadap penafsiran Al-Qur'an seringkali memicu kontroversi di kalangan umat Islam. Bahkan beberapa ulama dengan tegas menolak rekomendasi hermeneutik sebagai salah satu metode istinbat hukum. Dari sini, penulis akan mencoba memaparkan tentang pendekatan studi Islam melalui pendekatan Hermeneutika.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian pendekatan hermeneutika?
2.    Bagaimana sejarah perkembangan Hermeneutika?
3.    Bagaimana pendekatan Hermeneutik dalam kajian Islam?
4.    Apa probelamatika pendeketan Hermenutik dalam kajian Islam?
5.    Apa yang diberikan hermeneutika dalam khazanah Islam?















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pendekatan Hermeneutik
Kata Hermeneutik berasal dari bahasa Yunani hermeneia (kata benda), hermeneuein (kata kerja) yang berarti menafsirkan. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan kata to interprete. Dari asal katanya, hermeneutika merupakan kegiatan menafsirkan atau to interprete yang mengasumsikan pada proses membawa sesuatu untuk dipahami. Dengan demikian, istilah menafsirkan ini dapat disebut juga dengan istilah memahami.[1]
Kata Hermeneutik sering diasosiasikan dengan nama salah seorang dewa Yunani, Hermes yang dianggap sebagai utusan para dewa bagi manusia. Hermes adalah utusan para dewa langit untuk membawa pesan kepada manusia. Pengasosiasian Hermeneutik dengan Hermes ini sekilas menunjukkan adanya tiga unsur yang pada akhirnya menjadi variabel utama pada kegiatan manusia dalam memahami, yaitu:
1.      Tanda, pesan atau teks yang menjadi sumber atau bahan dalam penafsiran yang diasosiasikan dengan pesan yang dibawa oleh Hermes.
2.      Perantara atau penafsir (Hermes).
3.      Penyampaian pesan itu oleh sang perantara agar bisa dipahami dan sampai kepada yang menerima.[2]
Beberapa kajian menyebut bahwa hermeneutika adalah proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi tahu atau mengerti. Definisi ini agaknya definisi yang umum, karena jika melihat terminologinya, kata Hermeneutika ini bisa diderivasikan ke dalam tiga pengertian:
1.    Pengungkapan pikiran dalam kata-kata, penerjemahan dan tindakan sebagai penafsir.
2.    Usaha mengalihkan dari suatu bahasa asing yang maknanya gelap tidak diketahui ke dalam bahasa lain yang bisa dimengerti oleh si pembaca.
3.    Pemindahan ungkapan pikiran yang kurang jelas, diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas.
Secara lebih luas Hermeneutika didefinisikan oleh Zygmunt sebagai upaya menjelaskan dan menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah ucapan atau tulisan yang tidak jelas, kabur, remang-remang dan kontradiktif yang menimbulkan kebingungan bagi pendengar atau pembaca.[3] Hermeneutika adalah cara “untuk bergaul” dengan bahasa.[4]
Sedangkan dalam epistimologi ilmu-ilmu keislaman hermeneutika juga disebut dengan epistimologi bayani yaitu dalam bahasa Arab berarti penjelasan. Arti asal katanya adalah menyingkap dan menjelaskan sesuatu, yaitu menjelaskan maksud suatu pembicaraan dengan menggunakan lafal yang baik atau komunikatif.[5]

B.       Sejarah Perkembangan Hermeneutik
Istilah hermenutika pertama kali ditemukan dalam karya Plato. Plato dengan jelas menyatakan hermeneutika memiliki arti menunjukkan sesuatu. Dalam Timeus Plato, kata hermenutika dikaitkan dengan otoritas kebenaran. Stoicisme mengembangkan hermeneutika sebagai ilmu interpretasi alegoris. Metode alegoris dikembangkan Philo of Alexandria. Ia mengajukan metode typology yang menyatakan bahwa pemahaman makna spiritual teks tidak berasal dari teks itu sendiri, tetapi kembali pada sesuatu yang di luar teks.
Menurut Hamid Fahmi Zarkasyi, sejarah hermeneutika terbagi menjadi tiga fase yaitu:
1.    Dari mitologi Yunani ke teologi Yahudi dan Kristen.
2.    Dari teologi Kristen yang problematik ke gerakan rasionalisasi dan filsafat.
3.    Dari hermeneutika filosofis menjadi filsafat hermeneutika.[6]
Pada awalnya, pendekatan hermeneutik banyak dipakai dalam penafsiran kitab suci Injil. Pada abad XX, kajian hermeneutik berkembang ke wilayah kajian sejarah, hukum, filsafat, kesusateraan dan ilmu lainnya tentang kemanusiaan.[7]
Perkembangan hermeneutika dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.    Hermeneutika sebagai Teori Eksegesis Bibel
Perkembangan hermeneutik dalam tahap ini merujuk pada prinsip-prinsip interpretasi yang digunakan pada kitab suci Bibel. Pada waktu itu, di lingkungan Protestan menggunakan buku Hermeneutica Sacra Siva Methodus Exponendarum Sacrarum Litterarum karya JC. Dannhauer untuk membantu para pendeta dalam menafsirkan Bibel. Buku ini terbit pada tahun 1654.
2.    Hermeneutika sebagai Metodologi Filologi
Dalam tahap ini, hermeneutika tidak hanya digunakan untuk meneliti dan mengkaji teks-teks kitab suci tetapi juga untuk menginterpretasi teks-teks kuno lainnya. Hermeneutika ini muncul seiring dengan terbitnya buku pedoman hermeneutika karya Johan August Ernesti pada tahun 1761.
3.    Hermeneutika sebagai Ilmu Pemahaman Linguistik
Hermeneutika ini merupakan konsep hermeneutika yang lebih luas dari hermeneutika sebagai metodologi filologi. Hermeneutika sebagai ilmu pemahaman linguistik ini berupaya memberikan penafsiran tidak hanya terbatas pada teks-teks tertulis saja, baik teks-teks sakral maupun bukan. Hermeneutika ini lebih bersifat umum. Tokoh yang memulai hermeneutika ini adalah Schleirmacher (1768-1834).
4.    Hermeneutika sebagai Fondasi Metodologis Geisteswissenschaften
Hermeneutika ini dipopulerkan oleh Wilhelm Dilthey pada abad ke-19. Dalam tahap ini, hermeneutika tidak hanya memberikan penafsiran terhadap teks saja, tetapi juga dapat digunakan untuk menafsirkan semua jenis ekspresi manusia (geisteswissenschaften), baik yang berupa praktek sosial, sejarah, karya seni, dan lain-lain.
5.    Hermeneutika sebagai Fenomenologi Dassein dan Pemahaman Eksistensial
Perkembangan hermeneutika pada tahap ini tidak lagi mengacu pada ilmu/kaidah interpretasi teks atau fondasi metodologi geisteswissenschaften, tetapi merupakan penjelasan fenomenologis tentang keberadaan manusia. Model hermeneutika ini dibawa oleh Martin Heidegger dalam bukunya Being and Time (1927), kemudian Gadamer dalam Truth and Method (1960).
6.    Hermeneutika sebagai Sistem Interpretasi
Paul Ricoeur dalam karyanya De I’nterpretation (1965) menggunakan hermeneutika untuk menafsirkan teks partikular, baik yang berupa simbol dalam mimpi ataupun mitos-mitos yang hidup dalam masyarakat atau sastra. Adapun simbol yang menjadi fokus dalam hermeneutika ini adalah simbol yang mempunyai makna equivokal atau multi makna.[8]

C.      Pendekatan Hermeneutik dalam Kajian Islam
Hermeneutik dalam pemikiran Islam pertama-tama diperkenalkan oleh Hasan Hanafi dalam karyanya yang berjudul Les methods d’exeges. Essai sur la Science des Fordements de la Comprehension, ‘Ilm Ushul al-Fiqh (1965), sekalipun tradisi Hermeneutik telah dikenal luas diberbagai ilmu-ilmu Islam tradisional, terutama tradisi ushul al-fiqh dan tafsir al-Qur’an. Satu hal yang menunjol dari Hermeneutik Hasan Hanafi dalam pemikirannya secara umum adalah muatan idiologisnya yang syarat-syarat dan maksudnya sangat praksis. Tipikal pemikiran revolusioner semacam ini, justru sangat berbeda dengan meinstream umat Islam yang masih terkungkung oleh lembaga-lembaga tradisionalisme dan ortodoksi.
Hermeneutik pada dasarnya merupakan suatu metode penafsiran yang berangkat dari analisis bahasa dan kemudian melangkah keanalisis konteks, untuk kemudian “menarik” makna yang didapat ke dalam ruang dan waktu saat proses pemahaman dan penafsiran tersebut dilakukan. Jika pendekatan hermeneutika ini dipertemukan dengan kajian al-Qur’an, maka persoalan dan tema pokok yang dihadapi adalah bagaiman teks al-Qur’an hadir di tengah masyarakat, lalu dipahami, ditafsirkan, diterjemahkan, dan didialogkan dengan dinamika realitas historisnya.[9]
Lebih jauh merumuskan metode tersebut, Fahrudin Faiz dalam Hermeneutika al-Qur’an menyatakan, ketika asumsi-asumsi hermeneutika diaplikasikan pada Ulumul al-Qur’an, ada tiga variable yang harus diperhatikan, yaitu teks, konteks, dan kontekstualisasi. Tentang teks, sudah jelas ulumul al-Qur’an telah membahasanya secara detail, misalnya dalam sejarah pembukuan mushaf al-Qur’an dengan metode riwayat. Tentang konteks, ada kajian asbabul nuzul, nasikh mansukh, makki-madani yang katanya menunjukkan perhatian terhadap aspek “konteks” dalam penafsiran al-Qur’an. Namun, Fahruddin Faiz menyatakan bahwa kesadaran konteks hanya membawa ke masa lalu. Maka harus ditambah variable kontekstualisasi, yaitu menumbuhkan kesadaran akan kekinian dan segala logika serta kondisi yang berkembang didalamnya. Variabel kontekstualisasi ini adalah perangkat metodologis agar teks yang berasal dari masa lalu dapat dipahami dan bermanfaat bagi masa sekarang.[10]
Dalam hal ini dapat dicontohkan dalam QS. Al-Maidah: 38 tentang hukum potong tangan dalam al-Qur’an. Meski secara tegas dalam al-Qur’an tertulis kewajiban hukum potong tangan bagi pencuri, namun hal tersebut dapat dipahami secara berbeda. Dalam kacamata Hermeneutik, pesan yang hendak disampaikan adalah adanya keadilan dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Hak untuk memiliki suatu benda tidak boleh dicapai dengan cara-cara yang mengesampingkan aturan-aturan yang ada. Pada masa teks tersebut turun, keadaan sosial masyarakat Arab ketika itu memang meniscayakan adanya hukum potong tangan. Suatu konstruk budaya Arab ketika itu memang menghendaki adanya hukum potong tangan bagi pencuri. Namun, karena kondisi sosial budaya masyarakat yang tidak sama, maka substansi dari hukum potong tangan lebih dikedepankan. Di Indonesia, hukum potong tangan diganti dengan hukum penjara, suatu upaya yang secara substantif sama dalam mencegah pengulangan kejahatan yang sama.[11]

D.      Problematika Pendekatan Hermeneutik dalam Kajian Islam
Identitas dan pluralitas, dua unsur utama dalam kehidupan yang dapat dikatakan merupakan pangkal berbagai problema manusia pasca-modern. Sebagai entitas yang unik baik individual maupun sosial, setiap manusia berkepentingan untuk merumuskan keberadaan dirinya dan mengenali porsi dan proporsi kehidupannya. Dengan kesadaran dan pengetahuan akan eksistensi diri dan kelompoknya inilah manusia mampu mengidentifikasi dirinya serta mengekspresikan segala cipta, rasa, dan karsanya sesuai dengan konteks kehidupannya. Disisi lain, adanya individu dan kelompok di luar dirinya, dengan konteks kehidupan yang berbeda dan tentunya memiliki cipta, rasa, dan karsa yang berbeda, menuntut setiap orang untuk tidak egois melampiaskan pemenuhan eksistensinya, tetapi secara bijaksana menimbang keberadaan yang lain yang juga memerlukan pemenuhan eksistensi.[12]
Di abad 21, seiring dengan dahsyatnya globalisasi informasi dan teknologi, persoalan ini jelas semakin krusial. Dalam ranah inilah kemudian muncul beragam perbedaan pandangan, benturan antar keinginan, konflik kepentingan dan lain sejenisnya, dimana keragaman dan benturan tersebut tidak jarang menginspirasi lahirnya aturan-aturan bersama, kesepakatan sosial, dan lain sejenisnya.
Problema identitas dan pluralitas ini pun tidak bisa dihindari juga melanda umat Islam. Mau tidak mau umat Islam seakan dipaksa merumuskan kembali keberadaan dirinya di tengah gempuran kenyataan bahwa ada banyak di luar dirinya yang selama ini tidak disadari, termasuk pula banyaknya tantangan isu dan wawasan baru yang mencoba menggugat rumusan identitas lama yang selama ini kukuh dipegangi “harus seperti itu”. Di antara berbagai tantangan yang dimaksud adalah tawaran baru dari hermeneutika. Keberadaan hermeneutika sebagai sebuah tawaran baru dalam dunia pembacaan kitab suci menggoyang kemapanan Ulumul Qur’an yang sekian abad lamanya eksis di dunia Islam sebagai sebentuk metodologi penafsiran kitab suci.
Menghadapi tawaran dan tantangan baru ini, respon umat Islam sendiri dapat dikatakan sangat beragam. Ada yang meng-iya-kan tawaran baru tersebut sambil menekankan aspek dinamis dan progresif dari kehidupan, karena Ulumul Qur’an yang lama dibakukan tidak akan selalu mampu mengikuti perkembangan zaman kalau tidak mencoba terus-menerus merekonstruksi dirinya sesuai dengan perkembangan mutakhir peradaban ilmiah manusia. Adapula yang menolak tawaran tersebut sambil menegaskan bahwa identitas lama, termasuk pola penyikapan dan penafsiran terhadap al-Qur’an adalah sudah final dan tidak boleh sama sekali diotak-atik. Mengotak-atik hal-hal yang sudah lama diyakini kebenarannya sama artinya dengan meruntuhkan keimanan dan berimplikasi keluar dari jalur keberagamaan Islam.[13]
Pendekatan hermeneutika terhadap sebuah kitab suci, termasuk al-Qur’an, sering dipandang akan melenyapkan sakralitas teks yang dimaksud, karena dengan hermenutika maka segala pemahaman dan pemaknaan terhadap teks yang semula juga dipandang sama sakralnya dengan teks itu sendiri, kini dianggap sekedar hasil karya manusia biasa yang meruang waktu serta tidak bersih dari kesalahan.
Apabila dicermati, secara umum argumentasi kelompok yang anti hermeneutik tersebut adalah sebagai berikut:
a)      Dari aspek perkembangan historisnya, hermeneutik berasal dari tradisi Kristen, Barat, dan juga tradisi Filsafat, sehingga tidak mustahil mengusung ideologi dan nilai-nilai Kristiani, Barat, dan juga Filsafat, yang tidak pasti sesuai dengan Islam.
b)      Sebenarnya umat Islam telah memiliki metodologi sendiri dalam menginterpretasi al-Qur’an, yaitu Ulumul Qur’an dan Ilmu tafsir al-Qur’an.
c)      Berdasarkan akar katanya, hermeneutika sering diasosiasikan dengan Hermes, yaitu seorang Dewa Yunani yang bertugas menyampaikan pesan dari dunia dewa-dewa kepada manusia. Untuk melaksanakan tugasnya ini, Hermes bertanggungjawab membuat penduduk bumi bisa memahami apa kemauan dewa, sehingga sangat mungkin Hermes ini memilih cara dan model ungkapan kata sendiri untuk disampaikan kepada manusia. Apabila dilihat dari titik ini, maka harus ditegaskan meskipun fungsi-fungsinya sama, namun Muhammad yang mengemban Risalah al-Qur’an tidaklah sama dengan Hermes. Kalau Muhammad tidak berhak menginterpretasi dan menyadur Risalah serta selalu mendapat pengawasan dari Allah agar tidak memanipulasi Risalah, tidak demikian halnya dengan Hermes.
d)     Dalam proses penafsiran, hermeneutika tidak mementingkan urutan prosedural. Berbeda dengan Ulumul Qur’an yang sangat mementingkan dimensi otentisitas dan prosedur periwayatan sebelum menafsirkan.
e)      Ruang lingkup kajian hermeneutika berkisar pada tiga elemen pokok, yakni teks, interpreter dan audien atau yang diistilahkan dengan triadic structure. Itu berarti teori hermeneutika sangat simpel dan umum, tidak memberikan penjelasan yang rinci untuk membimbing para mufassir menemukan sebuah penafsiran yang benar dan representatif.[14]
f)       Hermeneutika menghendaki adanya pluralitas pemahaman yang mengimplikasikan adanya relatifitas kebenaran.[15]
Perbedaan pandangan dan persepsi serta adu argumen pada dasarnya bukanlah sesuatu yang perlu dirisaukan, asalkan setiap pihak yang berbeda pandangan saling memiliki niat baik dan cita-cita memperbaiki. Mereka yang setuju dan mengusung ide-ide hermeneutika karena melihat umat Islam terkungkung oleh dogmatisme keagamaan serta mereka yang anti hermeneutik dengan semangat untuk mempertahankan identitas keislaman, semuanya layak untuk mendapat apresiasi.[16]

E.       Konstribusi Hermeneutik dalam Khazanah Islam
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa hermeneutika tidak bisa lepas dari teks, konteks, dan kontekstualisasi. Harus ditegaskan bahwa jalur teks, konteks, dan kontekstualisasi ini hendaknya diaplikasikan secara dialektis-dialogis dan berkesinambungan. Dengan secara intensif mendialogkan ketiga aspek tersebut diharapkan seorang mufassir selain mampu menangkap tujuan utama dan spirit teks sehingga tidak a-historis, juga mampu mengaplikasikan pemahamannya dalam realitas kekinian, sehingga tidak a-sosial, tidak terasing dari ruang dan waktunya. Dapat dikatakan dalam aspek dialektika teks, konteks, dan kontekstualisasi inilah terletak kelemahan besar kitab-kitab tafsir klasik. Ada kitab tafsir yang cenderung melihat teks saja, sehingga melahirkan pemaknaan yang harfiah belaka. Ada tafsir yang cenderung melihat konteks saja, sehingga melahirkan tafsir yang hanya melihat ideal-ideal pemaknaan masa lalu. Ada tafsir yang hanya merumuskan cara mengaplikasikan al-Qur’an dalam kehidupan kontekstual saja, sehingga terputus kaitannya dengan misi dan maksud awal al-Qur’an.
Sumbangan paling berharga dari hermeneutika dan dapat dikatakan membawa sebuah perspektif baru dalam ilmu Tafsir al-Qur’an adalah berbagai tawaran teori dan konsep yang berasal dari para tokoh hermeneutika filosofis dan kritis. Sumbangan dari para tokoh secara umum adalah kesadaran akan adanya berbagai determinasi yang turut menentukan sebuah proses pemahaman baik determinasi tersebut berasal dari wilayah sosial, budaya, maupun politik. Kesadaran akan adanya determinasi-determinasi ini pada akhirnya akan mengeliminasi setiap pemahaman dan penafsiran yang merasa sebagai “obyektif” dan “tanpa kepentingan” serta “pasti benar”. Seperti apapun jenis pemahaman dan penafsiran manusia, dibalik pemahaman tersebut pasti ada kepentingan-kepentingan tertentu, baik kepentingan untuk merebut wacana, kepentingan untuk mempertahankan status-quo agar pemaknaan dan pemahaman berjalan seperti sedia kala, atau setidaknya suatu keinginan agar apa yang dilakukannya adalah sesuatu yang benar. Kenyataan seperti ini tidak perlu dirisaukan selama perebutan pemaknaan dan kompetisi pemahaman tersebut berjalan dalam satu ruang publik yang sehat dan tidak ada pihak-pihak yang dengan kekuasaannya, baik kekuasaan politik, sosial, maupun budaya melakukan hegemoni pemaknaan dan meminggirkan segala pemaknaan lain yang tidak mendukungnya.
Dari kesadaran hermeneutika inilah nantinya diharapkan bisa muncul dan berkembang sikap inklusif dan toleran menghadapi keragaman. Harus diakui, kalangan umat beragama memiliki satu penyakit yang dapat dikatakan akut dan menjadi sumber berbagai konflik di kalangan mereka sendiri, yaitu truth claim. Truth Claim ini terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang menyatakan bahwa miliknya, pemikirannya, idenya, atau pandangannyalah yang paling benar, dan yang lain salah. Dalam dunia penafsiran truth claim ini nampak dalam bentuk sikap apriori dan memandang bahwa penafsiran dan pemahamannyalah yang paling benar dan yang lain adalah salah.
Di sinilah kiranya hermeneutika memberikan pelajaran bahwa sebenarnya setiap ide, pemikiran, maupun penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh konteks dan misi serta kepentingan dari sang penafsir, sehingga sangat tidak bijaksana untuk menyalahkan yang lain dan membenarkan dirinya sendiri secara apriori, karena betapapun adanya, baik pikiran yang lain maupun pikiran sendiri itu sangat ditentukan oleh konteks masing-masing. Setiap pemahaman pasti ada sisi-sisi kebenarannya namun juga tidak mungkin sempurna dan memiliki aspek-aspek kelemahan dan kesalahan. Yang dapat dilakukan oleh setiap orang termasuk umat beragama hanyalah berkarya dan berperilaku sebaik mungkin sesuai dengan kebenaran yang diyakininya, sekaligus berlomba secara adil dan fair dengan yang lain sebaik-baiknya dalam kebaikan.[17]


















BAB III
PENUTUP

Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa:
1)      Hermeneutika adalah kegiatan menafsirkan atau to interprete yang mengasumsikan pada proses membawa sesuatu untuk dipahami.
2)      Perkembangan historis hermeneutika dimulai dari hermeneutika sebagai teori eksegesis bibel, hermeneutika sebagai metodologi filologi, hermeneutika sebagai ilmu pemahaman linguistik, hermeneutika sebagai fondasi metodologis geisteswissenschaften, hermeneutika sebagai fenomenologi dassein dan pemahaman eksistensial, serta hermeneutika sebagai sistem interpretasi.
3)      Pendekatan hermeneutika dalam kajian Islam meliputi tiga variabel yang harus diperhatikan, yaitu teks, konteks, dan kontekstualisasi.
4)      Aplikasi pendekatan hermeneutik terhadap teks-teks keislaman dapat dilihat dari kajian hermeneutik terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah agar ketentuan-ketentuan yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dapat digunakan untuk masyarakat sepanjang masa. Meskipun demikian, terjadi pro dan kontra dalam penggunakan hermeneutika terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah.
5)      Konstibusi hermeneutik dalam kajian Islam adalah adanya sikap inklusif dan toleran menghadapi keragaman penafsiran dan pemahaman.









DAFTAR PUSTAKA

Ansori. 2009. “Teks dan Otoritas (Memahami Pemikiran Hermeneutika Khaled M. Abou El-Fadl)” dalam Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an dan Hadis Vol. 10 No. 1. Yogyakarta: Jur. Tafsir Hadit.
Fahruddin Faiz. 2015. Hermeneutika al-Qur’an (Tema-tema Kontroversial), Yogyakarta: Kalimedia.
Ma’mun Mu’min. 2015. Pendekatan Studi Islam. Yogyakarta: IDEA Press.
Rofi’udin, “Hermeneutika sebagai Metode Tafsir al-Qur’an” dalam http://abuqiunsa.blogspot.com/2010/11/hermeneutika-sebagai-metode-penafsiran.html, diunggah pada 11 Desember 2010 (diunduh 8 September 2016)
Sahiron Syamsuddin. 2010. Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis. Sleman: eLSAQ.
Ulya. 2010. Berbagai Pendekatan Studi al-Qur’an. Yogyakarta: Idea Press.
Ulya. 2011. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Kudus: STAIN Press.



[1] Ulya, Berbagai Pendekatan Studi al-Qur’an, Idea Press, Yogyakarta, 2010, hlm. 55.
[2] Fahruddin Faiz, Hermeneutika al-Qur’an (Tema-tema Kontroversial), Kalimedia, Yogyakarta, 2015, cet. 1, hlm. 4.
[3] Ibid, hlm. 6
[4] Lurus Imam Santoso, Pendekatan Hermeneutika dalam Studi Islam, dalam “Pendekatan Studi Islam”, (ed) Ma’mun Mu’min, IDEA Press, Yogyakarta, 2015, hlm. 114.
[5] Ulya, Filsafat Ilmu Pengetahuan, STAIN Press, Kudus, 2011, hlm. 121.
[6] Saifuddin, “Hermeneutika Sufi (Menembus Makna di Balik Kata)” dalam Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis, (ed) Sahiron Syamsuddin, eLSAQ, Sleman, 2010, hlm. 52.
[7] Ansori, “Teks dan Otoritas (Memahami Pemikiran Hermeneutika Khaled M. Abou El-Fadl)” dalam Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an dan Hadis Vol. 10 No. 1, Jur. Tafsir Hadits, Yogyakarta, 2009, hlm.55.
[8] Ulya, Berbagai Pendekatan Studi al-Qur’an, Op.Cit, hlm. 58.
[9] Fahruddin Faiz, Op. Cit, hlm. 17
[10] Ibid, hlm. 22
[11] Rofi’udin, “Hermeneutika sebagai Metode Tafsir al-Qur’an” dalam http://abuqiunsa.blogspot.com/2010/11/hermeneutika-sebagai-metode-penafsiran.html, diunggah pada 11 Desember 2010 (diunduh 8 September 2016)
[12] Fahruddin Faiz, Op. Cit, hlm. 29.
[13] Ibid, hlm. 30
[14] Ibid, hlm. 36
[15] Ibid, hlm. 45
[16] Ibid, hlm. 37
[17] Ibid, hlm. 23-25

1 komentar:

  1. KISAH CERITA SUKSES

    ASSALAMUALAIKUM SAYA INGIN BERBAGI CARA SUKSES SAYA NGURUS IJAZAH saya asal dari jawa timur sedikit saya ingin berbagi cerita masalah pengurusan ijazah saya yang kemarin hilang mulai dari ijazah SD sampai SMA, tapi alhamdulillah untung saja ada salah satu keluarga saya yang bekerja di salah satu dinas kabupaten di wilayah jawa timur dia memberikan petunjuk cara mengurus ijazah saya yang hilang, dia memberikan no hp BPK DR SUTANTO S.H, M.A beliau selaku kepala biro umum di kantor kemendikbud pusat jakarta nomor hp beliau 0823-5240-6469, alhamdulillah beliau betul betul bisa ngurusin masalah ijazah saya, alhamdulillah setelah saya tlp beliau di nomor hp 0823-5240-6469, saya di beri petunjuk untuk mempersiap'kan berkas yang di butuh'kan sama beliau dan hari itu juga saya langsun email berkas'nya dan saya juga langsung selesai'kan ADM'nya 50% dan sisa'nya langsun saya selesai'kan juga setelah ijazah saya sudah ke terima, alhamdulillah proses'nya sangat cepat hanya dalam 1 minggu berkas ijazah saya sudah ke terima.....alhamdulillah terima kasih kpd bpk DR SUTANTO S.H,M.A berkat bantuan bpk lamaran kerja saya sudah di terima, bagi saudara/i yang lagi bermasalah malah ijazah silah'kan hub beliau semoga beliau bisa bantu, dan ternyata juga beliau bisa bantu dengan menu di bawah ini wassalam.....

    1. Beliau bisa membantu anda yang kesulitan :
    – Ingin kuliah tapi gak ada waktu karena terbentur jam kerja
    – Ijazah hilang, rusak, dicuri, kebakaran dan kecelakaan faktor lain, dll.
    – Drop out takut dimarahin ortu
    – IPK jelek, ingin dibagusin
    – Biaya kuliah tinggi tapi ingin cepat kerja
    – Ijazah ditahan perusahaan tetapi ingin pindah ke perusahaan lain
    – Dll.
    2. PRODUK KAMI
    Semua ijazah DIPLOMA (D1,D2,D3) S/D
    SARJANA (S1, S2)..
    Hampir semua perguruan tinggi kami punya
    data basenya.
    UNIVERSITAS TARUMA NEGARA UNIVERSITAS MERCUBUANA
    UNIVERSITAS GAJAH MADA UNIVERSITAS ATMA JAYA
    UNIVERSITAS PANCASILA UNIVERSITAS MOETOPO
    UNIVERSITAS TERBUKA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
    UNIVERSITAS TRISAKTI UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
    UNIVERSITAS BUDI LIHUR ASMI
    UNIVERSITAS ILMUKOMPUTER UNIVERSITAS DIPONOGORO
    AKADEMI BAHASA ASING BINA SARANA INFORMATIKA
    UPN VETERAN AKADEMI PARIWISATA INDONESIA
    INSTITUT TEKHNOLOGI SERPONG STIE YPKP
    STIE SUKABUMI YAI
    ISTN STIE PERBANAS
    LIA / TOEFEL STIMIK SWADHARMA
    STIMIK UKRIDA
    UNIVERSITAS NASIONAL UNIVERSITAS JAKARTA
    UNIVERSITAS BUNG KARNO UNIVERSITAS PADJAJARAN
    UNIVERSITAS BOROBUDUR UNIVERSITAS INDONESIA
    UNIVERSITAS MUHAMMADYAH UNIVERSITAS BATAM
    UNIVERSITAS SAHID DLL

    3. DATA YANG DI BUTUHKAN
    Persyaratan untuk ijazah :
    1. Nama
    2. Tempat & tgl lahir
    3. foto ukuran 4 x 6 (bebas, rapi, dan usahakan berjas),semua data discan dan di email ke alamat email bpk sutantokemendikbud@gmail.com
    4. IPK yang di inginkan
    5. universitas yang di inginkan
    6. Jurusan yang di inginkan
    7. Tahun kelulusan yang di inginkan
    8. Nama dan alamat lengkap, serta no. telphone untuk pengiriman dokumen
    9. Di kirim ke alamat email: sutantokemendikbud@gmail.com berkas akan di tindak lanjuti akan setelah pembayaran 50% masuk
    10. Pembayaran lewat Transfer ke Rekening MANDIRI, BNI, BRI,
    11. PENGIRIMAN Dokumen Via JNE
    4. Biaya – Biaya
    • SD = Rp. 1.500.000
    • SMP = Rp. 2.000.000
    • SMA = Rp. 3.000.000
    • D3 = 6.000.000
    • S1 = 7.500.000(TERGANTUN UNIVERSITAS)
    • S2 = 12.000.000(TERGANTUN UNIVERSITAS)
    • S3 / Doktoral Rp. 24.000.000
    (kampus terkenal – wajib ikut kuliah beberapa bulan)
    • D3 Kebidanan / keperawatan Rp. 8.500.000
    (minimal sudah pernah kuliah di jurusan tersebut hingga semester 4)
    • Pindah jurusan/profesi dari Bidan/Perawat ke Dokter. Rp. 32.000.000

    BalasHapus