BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak
lahirnya kurikulum PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) yang kemudian
disusul oleh lahirnya kurikulum 1975, telah mulai tertanam kesadaran pada para
guru bahwa tujuan pelajaran harus dirumuskan sebelum proses belajar-mengajar
berlangsung. Tujuan tersebut harus diberitahukan kepada para siswa. Jadi,
tujuan tersebut bukanlah sesuatu yang perlu dirahasiakan. Apabila dalam
pengajaran tidak disebutkan tujuannya, siswa tidak akan tahu mana pelajaran
yang penting dan mana yang tidak.[1]
Tujuan
pendidikan dapat dirumuskan pada tiga tingkatan. Pertama, tujuan umum
pendidikan. Tujuan ini menentukan perlu dan tidaknya suatu program diadakan. Di
dalam praktek sehari-hari di sekolah, tujuan ini dikenal sebagai TIU (Tujuan
Instruksioanal Umum). Kedua, tujuan yang didasarkan atas tingkah laku.
Dalam periode 20 tahun terakhir ini, banyak usaha telah dilakukan untuk mencari
metode yang dapat digunakan untuk menganalisis atau mengklasifikasikan sebuah
pandangan yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan sehari-hari. Yang
dimaksud adalah berhasilnya pendidikan dalam bentuk tingkah laku. Inilah yang
dimaskud dengan taksonomi (taxonomy).Ketiga, tujuan yang lebih jelas
dirumuskan secara operasional.[2]
Adapun pada
tujuan kedua yaitu taksonomi terdapat tiga ranah atau domain yang
penting dalam tujuan pendidikan, yaitu; Cognitive Domain (Ranah
Kognitif), Affective Domain (Ranah Afektif), dan Psychomotor Domain
(Ranah Psikomotor).
Beberapa
istilah lain juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di
antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu; cipta, rasa, dan karsa. Selain itu,
juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.
Dari setiap
ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang
berurutan, mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang
paling kompleks. Dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan tingkah laku dari
tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk
mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan
“pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.[3] Begitupun
dengan yang lainnya.
B.
Rumusan Masalah
Adapun yang
menjadi rumusan masalah ialah bagaimana penjelasan tentang tujuan pendidikan
dalam taksonomi yang meliputi; Cognitive Domain (Ranah Kognitif),
Affective Domain (Ranah Afektif), dan Psychomotor Domain (Ranah
Psikomotor).
BAB II
PEMBAHASAN
Taksonomi yang digunakan
sebagai tujuanpendidikan merupakan rujukan
dariTaksonomi Bloom. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloompada tahun 1956.Taksonomi Bloom sebenarnya merupakan
hasil kelompok penilai di Universitas yang terdiri dari B.S. Bloom Editor M.D.
Engelhart, E. Furst, W.H. Hill, dan D.R. Krathwohl, yang kemudian didukung pula
oleh Ralp W. Tyler.
Mula-mula
taksonomi Bloom terdiri dari dua bagian yaitu kognitif domain dan afektif
domain (cognitive domain and affective domain). Pencipta dari dua taksonomi ini
merasa tidak tertarik pada psikomotor domain karena mereka melihat hanya ada
sedikit kegunaannya di Sekolah Menengah atau Universitas. Akhirnya Simpson
melengkapi dua domain yang ada dengan psikomotor domain (1966). Namun
sebenarnya pemisahan antara ketiga domain ini merupakan pemisahan yang
dibuat-buat. Karena manusia merupakan suatu kebulatan yang tidak dapat
dipecah-pecah sehingga segala tindakannya juga merupakan suatu kebulatan.[4]
Sehingga dalam
hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi tigadomain (ranah, kawasan)
dan setiap domain dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci. Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
1.
Ranah
Kognitif
Pengertian
kognitif mencakup aspek-aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk
mengetahui sesuatu.[5]Dalam
hubungan dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang peranan paling utama.
Yang menjadi tujuan pengajaran di SD, SMP, dan SMU pada umumnya adalah peningkatankemampuan
siswa dalam aspek kognitif. Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang.[6]
Antara lain :
a. Pengetahuan (knowledge).
Pengetahuan
adalah aspek yang paling dasar dalam taksonomi. Sering kali disebut juga aspek
ingatan (recall). Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk
mengenali, mengetahui, dan mengingat adanya definisi, konsep, fakta, gagasan, pola, urutan atau istilah-istilah, dan lain sebagainya
tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.[7]Sebagai
contoh, ketika seseorang diminta menjelaskan
manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik
definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas
minimum untuk produk.
Adapun bentuk soal yang sesuai
untuk mengukur kemampuan ini antara lain : benar-salah, menjodohkan, isian atau
jawaban singkat, dan pilihan ganda. Pengetahuan atau kemampuan mengingat ini
dapat dirinci sebagai berikut :
Ø Terminologi.
Kemampuan yang paling besar ialah
mengetahui arti tiap kata. Anak selalu bertanya pada orang tuanya arti
kata-kata yang ditemuinya dalam buku atau dalam percakapan dengan
teman-temannya. Misalnya, kebijakan, lincah, pengetahuan, dan lain-lain.
Ø Fakta-fakta lepas (isolated facts).
Setelah memahami prinsip-prinsip atau
konsep-konsep bahasa, anak menanjak pada pengetahuan akan fakta-fakta lepas.
Fakta yang diketahuinya tetap berdiri sendiri tanpa dihubungkan dengan
fakta-fakta lepas. Fakta yang diketahuinya tetap berdiri sendiri tanpa
dihubungkan dengan fakta atau gejala lainnya. Misalnya, pengetahuan tentang
tanggal dan tempat peristiwa-peristiwa bersejarah, dan nama-nama tokoh.
Adapun cara-cara mempelajari fakta
antara lain :
§ Konvensi
Mempelajari berbagai
peraturan, baik peraturan pemerintah, peraturan agama, peraturan khusus dalam
masyarakat maupun peraturan yang dikenal sebagai etik pergaulan.[8]
Contoh : kalau naik tangga laki-laki harus berjalan lebih dulu dari wanita.
Begitupun peraturan untuk turun tangga, di tempat resepsi dan lain sebagainya.
§ Trend dan urut-urutan perkembangan
Anak dituntut
mengetahui proses, arah, serta gerakan fenomena (kejadian) dalam hubungan
dengan waktu.
Contoh : dapat
membedakan yang mana pria dan wanita, dapat menyebutkan sistem klasifikasi
tumbuhan dan hewan.
§ Kriteria
Siswa dapat menyebut
standar untuk mengevaluasi atau mengukur sesuatu tanpa sampai pada hasil
evaluasi atau pengukuran dengan berpedoman standar tersebut.
§ Metodologi
Siswa diminta
mengetahui macam-macam pendekatan yang dipakai untuk mempelajari dirinya dan
lingkungan hidupnya.
Ø Universal dan abstraksi
Pengetahuan
akan bagan-bagan dan pola-pola utama yang dipakai untuk mengorganisasikan
fenomena-fenomena.
Contoh-contoh
soal yang mengukur pengetahuan (kemampuan ingatan) :
1. Orang pertama yang menemukan telepon
adalah :
a. Bell
b. Morse
c. Edision
d. Marconi
Kunci : a
Soal di atas mengukur kemampuan
ingatan akan tokoh penemu telepon.
2. B-S prinsip kapilaritas menjelaskan
tentang cairan yang permukaannya lebih tinggi dalam pipa saluran yang lebih
halus.
Jawab : B
Soal
ini mengukur kemampuan pengetahuan tentang prinsip kapilaritas.
b. Pemahaman (comprehension).
Kemampuan
ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar-mengajar. Siswa dituntut
memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang
dikomunikasikan, dan dapat memafaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya
dengan hal-hal lain. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan
ini adalah pilihan ganda dan uraian.
Kemampuan
pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu :
Ø Menerjemahkan (translation).
Pengertian menerjemahkan di sini
bukan saja pengalihan (translation) arti dai bahasa yang satu ke bahasa yang
lain. Dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model
simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang
dirumuskan dengan kata-kata ke dalam gambar grafik dapat dimasukkan ke dalam
kategori menerjemahkan. Misalnya, menggambarkan kedudukan beberapa wilayah
dalam suatu kurva. Dalam hal ini, tampak hubungan yang jelas antara pemahaman
dan aplikasi (penerapan).
Ø Menginterpretasi (interpretation).
Kemampuan ini lebih luas daripada
menerjemahkan. Ini adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu
komunikasi. Misalnya, diberikan suatu diagram, tabel, grafik, atau gambar
lain-lainnya dalam IPS atau fisika, dan minta ditafsirkan. Dapat saja siswa
tidak mampu menafsirkannya lantaran mereka tidak cukup terlatih (well-trained)
untuk itu.
Ø Mengekstrapolasi (extrapolation).
Agak lain dari menerjemahkan dan
menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual
yang lebih tinggi.
Contoh
yang sederhana : 2-4-6-8-10-...-...
Siswa
diminta mengisi dua bilangan yang merupakan kelanjutan dari deret itu. Ada juga
bentuk yang mirip dengan ekstrapolasi, yaitu intrapolasi. Perbedaannya hanya
pada letak titik-titik, yaitu apabila letak titik-titik di tengah disebut
intrapolasi, sedangkan apabila letak titik-titik di luar disebut ekstrapolasi.
Contoh
intrapolasi : 2-4-...-...-10-...-...-16.
Contoh
soal pemahaman :
Harga
barang akan naik, apabila ............
a. Penawaran tetap, permintaan meningkat
b. Penawaran meningkat, permintaan tetap
c. Penawaran dan permintaan tetap
d. Penawaran dan permintaan meningkat
Kunci
: a
Untuk menjawab soal semacam ini
siswa dituntut kemampuannya meramalkan kemungkinan terjadinya harga barang
sesuai situasi penawaran dan permintaan.[9]
c. Penerapan (application).
Untuk
penerapan atau aplikasi ini siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menerapkan,
menyeleksi atau memilih suatu abstrasi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan,
gagasan, cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan
menerapkannya secara benar.
Contoh
:
Untuk
menyelesaikan hitungan
51
x 40 = n, maka paling tepat kita gunakan....
a. Hukum asosiatif.
b. Hukum komutatif.
c. Hukum distributif.[10]
d. Analisis (analysis).
Dalam
jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat menguraikan suatu situasi
atau keadaan tertentu ke dalam unsur- unsur atau komponen-komponen
pembentuknya. Dengan jalan ini situasi atau keadaan tersebut menjadi lebih
jelas. Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan
ganda dan uraian. Kemampuan analisis diklasifikasikan atas tiga kelompok, yaitu
:
Ø Analisis unsur.
Dalam analisis unsur diperlukan
kemampuan merumuskan asumsi-asumsi dan mengidentifikasi unsur-unsur penting dan
dapat membedakan antara fakta dan nilai.
Ø Analisis hubungan.
Analisis jenis ini menuntut
kemampuan mengenal unsur-unsur dan pola hubungannya.
Ø Analisis prinsip-prinsip yang
terorganisasi.
Jenis analisis ini menuntut
kemampuan menganalisis pokok-pokok yang melandasi tatanan suatu organisasi,
misalnya menentukan falsafah pengarang dari isi buku yang ditulisnya.
Contoh
soal analisis :
1. Percobaan manakah berikut ini yang
mendukung pernyataan bahwa sifat cahaya adalah mempunyai panjang gelombang
tertentu ?
a. Cahaya dapat dipantulkan oleh suatu
cermin.
b. Berkas cahaya akan tersebar bila melalui
lubang kecil.
c. Berkas cahaya dapat diuraikan menjadi
sejumlah warna cahaya tertentu melalui pembiasan oleh kaca prisma.
d. Cahaya akan difokuskan oleh suatu lensa.
Kunci
: c
Jawaban
atas soal ini hanya dapat diperoleh melalui analisis sifat-sifat cahaya yang
didukung oleh suatu percobaan.
2. Bila terdapat persaingan sempurna maka
biaya produksi akan sama dengan harga penjualan. Akan tetapi persaingan
sempurna tidak pernah ada. Kesimpulan apa yang dapat ditarik dari pernyataan
tersebut ?
Jawab
: biaya produksi tidak akan sama dengan harga penjualan.
3. Hubungan telur dengan hewan sama
dengan............
a. Pohon
b. Tumbuhan
c. Buah
d. Bunga
Kunci
: b
Pemecahan soal seperti ini
membutuhkan kemampuan analisis relevansi hubungan antara telur dengan hewan
untuk menyimpulkan hubungan antara biji dengan tumbuhan.[11]
e. Sintesis (synthesis).
Apabila
penyusun soal tes bermaksud meminta siswa melakukan sintesis maka
pertanyaan-pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga meminta siswa untuk menggabungkan
atau menyusun kembali (reorganize) hal-hal yang spesifik agar dapat
mengembangkan suatu struktur baru. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dengan
soal sintesis ini siswa diminta untuk melakukan generalisasi.
Contoh
:
“Dengan
mengetahui situasi daerah dan milik dalam hal kekayaan bahan mentah serta
semangat penduduk di suatu daerah yang kini dapat berkembang pesat menjadi kota
pelabuhan yang besar maka kota-kota kecil di tepi pantai mana yang mempunyai
potensi untuk menjadi sebuah kota pelabuhan yang besar ?”[12]
f.
Penilaian
(evaluation).
Dalam jenjang kemampuan ini
seseorang dituntut untuk dapat mengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan, atau
konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu. Yang penting dalam evaluasi adalah
menciptakan kriteria tertentu. Yang penting dalamevaluasi ialah menciptakan
kondisinya sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan kriteria,
standar, atau ukuran untuk mengevaluasi sesuatu.
Contoh
:
Berikut
ini terdapat beberapa tujuan yang harus dicapai oleh mahasiswa D3 Matematika
dan Biologi UKI di Jakarta dalam rangka mempelajari konstruksi tes. Tentukan
urutan peringkatnya berdasarkan prioritas kepentingannya.
1. Mahasiswa D3 Biologi dan Matematika UKI
Jakarta dapat mengembangkan keterampilannya dalam hal konstruksi tes.
2. Mahasiswa D3 Biologi dan Matematika UKI
Jakarta dapat menguasai konsep-konsep statistik.
3. Mahasiswa D3 Biologi dan Matematika UKI
Jakarta dapat memilih bentuk soal yang sesuai untuk mengukur pencapaian TIK.
Urutan
ideal : 3,1,2
Memperhatikan
dan menilai kepentingan tiap butir tujuan itu bagi mahasiswa D3 Biologi dan
Matematika UKI Jakarta, dapat disimpulkan bahwa pertama-tama, Mahasiswa D3
Biologi dan Matematika UKI Jakarta dituntut dapat memilih bentuk soal yang
sesuai untuk mengukur TIK. Apabila bentuk soal itu sudah tepat dipilih, maka
langkah selanjutnya adalah menerapkan keterampilannya merekonstruksi tes.
Sedangkan penguasaan konsep-konsep statistik itu tidak merupakan kebutuhan yang
mendesak (urgen), sehingga dikuasai tidaknya, tidaklah terlalu penting bagi
para mahasiswa Biologi dan Matematika UKI Jakarta.[13]
2. Ranah Afektif
Pembagian
ranah afektif disusun oleh Bloom bersama dengan David Krathwol.[14]Ranah
afektif meliputi lima jenjang kemampuan, antara lain :
a. Menerima (receiving).
Jenjang ini berhubungan dengan
kesediaan atau kemauan siswa untuk ikut dalam fenomena atau stimuli khusus
(kegiatan dalam kelas, musik, baca buku, dan sebagainya). Dipandang dari segi
pengajaran, jenjang ini berhubungan dengan menimbulkan, mempertahankan, dan
mengarahkan perhatian siswa. Hasil belajar dalam jenjang ini berjenjang mulai
dari kesadaran bahwa sesuatu itu ada sampai kepada minat khusus dari pihak
siswa.
b. Menjawab (responding).
Kemampuan ini bertalian dengan
partisipasi siswa. Pada tingkat ini siswa tidak hanya menghadiri suatu fenomena
tertentu tetapi juga mereaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hasil belajar
dalam jenjang ini dapat menekankan kemampuan untuk menjawab (misalnya secara
sukarela membaca tanpa ditugaskan) atau kepuasan dalam menjawab (misalnya membaca
untuk kenikmatan atau kegembiraan).
c. Menilai (valuing).
Jenjang ini bertalian dengan nilai
yang dikenakan siswa terhadap suatu objek, fenomena, atau tingkah laku
tertentu. Jenjang ini berjenjang mulai dari hanya sekadar penerimaan nilai
(ingin memperbaiki keterampilan kelompok) sampai ke tingkat komitmen yang lebih
tinggi (menerima tanggung jawab untuk fungsi kelompok yang lebih efektif).
d. Organisasi (organization).
Tingkat ini berhubungan dengan
menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan atau memecahkan konflik di
antara nilai-nilai itu, dan mulai membentuk suatu sistem nilai yang konsisten
secara internal. Jadi, memberikan penekanan pada membandingkan, menghubungkan
dan mensintesiskan nilai-nilai. Hasil belajar bertalian dengan konseptualisasi
suatu nilai (mengakui tanggung jawab tiap individu untuk memperbaiki
hubungan-hubungan manusia) atau dengan organisasi suatu sistem nilai
(merencanakan suatu pekerjaan yang memenuhi kebutuhannya baik dalam hal
keamanan ekonomis maupun pelayanan sosial.
e. Karakteristik dengan suatu nilai atau
kompleks nilai (characterization by a value or value complex).
Pada jenjang ini individu memiliki
sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama
sehingga membentuk karakteristik “pola hidup”. Jadi, tingkah lakunya menetap,
konsisten, dan dapat diramalkan. Hasil belajar meliputi sangat banyak kegiatan,
tapi penekanan lebih besar diletakkan pada kenyataan bahw tingkah laku itu
menjadi ciri khas atau karakteristik siswa itu.[15]
3. Ranah Psikomotor
Meskipun
peranan ranah psikomotor semakin dirasakan pentingnya, namun tidak dibicarakan
meluas dalam lingkup ini. Kendatipun demikian skema berikut ini diberikan untuk
mendapatkan gambaran global tentang tingkat klasifikasi dan sub kategori dari ranah
psikomotor :
Tingkat klasifikasi
dan sub kategori
|
Batasan
|
Tingkah laku
|
1. Gerakan refleks
4. Refleks segmental
5. Refleks intersegmental
6. Refleks suprasegmental
|
Kegiatan yang timbul tanpa sadar
dalam menjawab rangsangan.
|
Bungkuk, peregangan badan,
penyesuaian postur tubuh.
|
2. Gerakan fundametal yang dasar
Ø Gerakan lokomotor
Ø Gerakan nonlokomotor
Ø Gerakan manipulatif
|
Pola-pola gerakan yang dibentuk
dari paduan gerakan-gerakan refleks dan merupakan dasar gerakan terampil
kompleks.
|
Jalan, lari, lompat, luncur
guling, mendaki, dorong, tarik, pelintir, pegang dan sebagainya.
|
3. Kemampuan perseptual
Ø Diskriminasi kinestesis
Ø Diskriminasi visual
Ø Diskriminasi auditeoris
Ø Diskriminasi taktil
Ø Diskriminasi terkoordinir
|
Interpretasi stimulasi dengan
berbagai cara yang memberi data untuk siswa membuat penyesuaian dengan
lingkungannya.
|
Hasil-hasil kemampuan perseptual
diamati dalam semua gerakan yang disengaja.
|
4. Kemampuan fisik
Ø Ketahanan
Ø Kekuatan
Ø Fleksibilitas
Ø Agilitas
|
Karakteristik fungsional dari
kekuatan organik yang esensial bagi perkembangan gerakan yang sangat
terampil.
|
Lari jauh, renang, gulat, balet,
mengetik, dan sebagainya.
|
5. Gerakan terampil
Ø Keterampilan adaptif
Ø Keterampilan adaptif terpadu
Ø Keterampilan adaptif kompleks
|
Suatu tingkat efisiensi apabila
melakukan tugas-tugas gerakan kompleks yang didasarkan atas pola gerak yang
intern.
|
Semua keterampilan yang dibentuk
atas dasar lokomotor dan pola gerakan manipulatif.
|
6. Komunikasi nondiskursif
Ø Gerakan ekspresif
Ø Gerakan interpretif
|
Komunikasi melalu gerakan tubuh
mulai dari ekspresi muka sampai pada gerakan koreografis yang rumit.
|
Postur tubuh, gerakan muka, semua
gerakan tarian dan koreografis yang dilakukan dengan efisien.
|
Walaupun
ranah psikomotor meliputi enam jenjang kamampuan, namun masih dapat
dikelompokkan dalam tiga kelompok utama, yakni :
1. Keterampilan motorik (muscular or motor
skills) : memperlihatkan gerak, menunjukkan hasil (pekerjaan tangan),
menggerakkan, menampilkan, melompat, dan sebagainya.
2. Manipulasi benda-benda (manipulation of
materials or objects) : membentuk, menyusun, memindahkan, menggeser,
mereparasi, dan sebagainya.
3. Koordinasi neuromuscular :
menghubungkan, mengamati, memotong, dan sebagainya.[16]
anak
yang melakukan aktivitas fisik akan berpengaruh positif terhadap kekuatan,
kelentukan, bahkan daya tahan baik otot-otot lokal maupun daya tahan cardio
vasculair. Namun betapapun baiknya pengaruh aktivitas yang tidak terencana,
masih akan lebih baik jika aktivitas itu direncanakan, dan hasilnya pun dapat
ditentukan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.[17]
BAB III
PENUTUP
Dari uraian di
atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan dalam taksonomi meliputi tiga
domain, antara lain :
1.
Cognitive
Domain (Ranah Kognitif), yang berisi
perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2.
Affective
Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3.
Psychomotor Domain (Ranah
Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik
seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Demikianlah makalah yang dapat
penulis paparkan, semoga dapat berguna sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,Mulyono.Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar.
1999. Jakarta : Rineka Cipta
Arikunto,Suharsimi.Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan. 2002. Jakarta : Bumi Aksara
Daryanto.Evaluasi
Pendidikan.1999. Jakarta : Rineka Cipta
Sukintaka. Teori
Pendidikan Jasmani. 2004. Bandung : Penerbit Nuansa
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom
[1]Suharsimi
Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara,
2002), cet. 3, hlm. 114
[3]http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom
[4] Suharsimi
Arikunto, Op. cit, hlm. 116
[5] Mulyono
Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta :
Rineka Cipta, 1999), cet. 1, hlm. 169
[6]Daryanto, Evaluasi
Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), cet. 1, hlm, 101
[10] Suharsimi
Arikunto, op. cit, hlm. 119
[11]Daryanto,
op. cit, hlm. 111, 112
[12] Suharsimi
Arikunto, op. cit, hlm. 120
[13] Daryanto, op.
cit, hlm. 115
[14]
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom
[17] Sukintaka, Teori
Pendidikan Jasmani, (Bandung : Penerbit Nuansa, 2004), cet. 1, hlm. 40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar