Senin, 19 September 2022

TARODUF

TARODUF

A.    Pengertian Taroduf

الترادف لغة: التتابع.

الترادف اصطلاحا: دلالة عدد من الكلمات المختلفة على معنى واحد، مثل:

- رأيت الشيء، وأبصرته، وعاينته، وشاهدته.

- عام، سنة، حول.

- الحزن، الغم، الغمة، الأسى، والشجن، الترح الوجد، الكآبة، الجزع، الأسف، الللهفة، الحسرة، الجوى، الحرقة، واللوعة.

 

Kata Al-Mutaradif berasal dari masdar الردف dalam bentuk fi’il  ردف- يردف yang berarti mengikuti sesuatu atau tiap-tiap benda mengikuti benda lain .

Al-Mutaradif (synonyme)اللفظ المتعدد لمعنى واحد “dua kata atau lebih, mempunyai satu arti”. Dalam kajian bahasa dapat diartikan sebagai lafadz yang berbeda tetapi  mempunyai makna yang sama. Seperti أسد، السبع، الليث، أسامة،yang berarti singa, atau sepertiالحسام، السيف، المهند، اليمانى، yang berarti pedang atauالحميت، التحموت، العسل الشهد، ريق النحل، قيء الزنابيل yang berarti madu.

Pengertian taroduf menurut para ahli :

·         Menurut al-Jurjani, taroduf adalah beberapa kata yang sama mempunyai kesatuan pengertian dengan ciri-ciri tertentu.

·         Menurut Muhammad at-Tunji dan Raji al-Asmar, mutaradif adalah perbedaan kata dengan satu pengertian, seperti kata الأسد والليث وضرغام و أسامة dan المسكن والمنـزل والدار والبيتkedua kata tersebut masing-masing mempunyai satu pengertian.

·         As-Suyuti mendefinisikan mutaradif adalah beberapa kata dengan satu arti, namun beliau lebih berhati-hati terhadap beberapa kata yang mempunyai batasan tertentu, seperti kata الإنسان والبشر dan السيف والصارمkedua kata ini mempunyai batasan dari segi zat dan sifatnya.

Berdasarkan banyaknya pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa mutaradif adalah beberapa kata yang memiliki arti yang sama.

Berdasarkan penelitian para ahli, bahwa bahasa Arab merupakan bahasa yang paling banyak mengandung lafadz mutaradifat. Untuk makna pedang saja terdapat seribu lebih lafazh, untuk makna singa ada lima ratus lafazh, untuk makna madu ada delapan puluh kata lebih, dan untuk makna hujan, unta, air, sungai, cahaya, gelap juga untuk makna yang menunjukan sifat seperti panjang, pendek, gagah, kikir dan lain-lain yang dikenal oleh bangsa arab jahiliyah masing-masing terdiri dari sepuluh lafazh. Bahkan seorang orientalis mencoba mengumpulkan kosakata yang berkaitan dengan unta dan berhasil mengumpulkan lima ribu enam ratus empat puluh empat. 

 

B.     Pendapat Ulama tentang Taraduf

Sebagian ulama ada yang mengingkari adanya mutaradif dalam bahasa arab, dan mereka berpendapat bahwa lafazh-lafazh yang diduga maknanya sama sebenarnya  hanyalah makna yang saling menjelaskan.[1]

Diantara ulama-ulama yang mengingkari adanya taraduf adalah sebagai berikut :

1.      Imam Taj al-Subki

Imam Taj al-Subki  dalam kitab syarhul minhaj berkata sebagian ulama bahasa mengingkari adanya taraduf dalam bahasa Arab. Sesuatu yang dianggap taraduf, sebenarnya berjauhan dari segi sifat, seperti kata  الانسان dengan البشر, kata الانسان dipandang dari sifat pelupa atau sifat lemah lembut sedangkan البشر dipandang dari segi kulitnya.[2]

Menurut Taj as Subki yang berpendapat seperti ini adalah  Abu Husen Ahmad bin Farits dalam kitabnya Fiqhullugah al ‘arabiyah wa Sunan arab wa kalamuha yang dia nuqil dari gurunya yaitu Abi Abas tsa’labi. Dan juga Ibnu Shilah dalam kitabnya yang bernama Naht. Dalam kitab Dirasah fi Fiqhu lugah Subhi Shaleh mengatakan bahwa sebagian ulama terdahulu mengingkari adanya taraduf dalam bahasa arab.

2.      Ibnu Faris

Diantara ulama yang menolak adanya taraduf adalah Ibnu Faris. Diriwayatkan bahwa al-Farisi berkata: “saya berada di tempat pemimpin negara (Saif al-Daulah) dan di tempat itu hadir ahli-ahli bahasa diantaranya Ibnu Khulawih.[3] Ibnu Khulawih berkata saya mengetahui untuk makna pedang lima puluh kata, lalu al-Farisi tersenyum dan berkata: “saya tidak mengetahui utuk makna pedang kecuali satu kata saja yaitu kata السيف , Ibnu Khulawih berkata “bagaimana dengan kata Muhannid, Al-Sharim dan lain-lain”, Abu Ali berkata “itu semuanya merupakan sifat dari pedang”.

Ibnu Faris berpendapat bahwa sesuatu yang dberi nama dengan nama yang bermacam-macam seperti al-Saef, al-muhannid, al-husam, sebenarnya namanya hanya satu yaitu al-saef, sementara yang lainnya dari sebutan-sebutan yang ada hanyalah merupakan sifat-sifat dari al-saef tersebut.

Ibnu faris juga berpendapat bahwa setiap perkataan mempunyai maknanya tersendiri yang tidak ada  pada perkataan lain. Sebagai contoh lain :جلس – قعد Jelaslah di sini bahawa قعد ialah kata kerja atau perbuatan duduk selepas berdiri.Sedangkan جلسadalah kata kerja atau perbuatan duduk selepas baring.

3.      Al-Tsa’alibi

Diantara ulama ada yang berupaya untuk menjelaskan perbedaan lafadz yang digunakan dengan lafadz yang dianggap sebagai lafadz mutaradif seperti yang dilakukan Al-Tsa’alibi dalam kitabnya “fiqih al-Lughah wa Sirrul al-Arabiyah dalam sebuah bab yaitu : “أشياء تختلف أسمائها وأوصافها بإختلاف احوالها”. Dia memberikan contoh, dikatakan كاسapabila didalamnya ada air, jika tidak ada air dinamakan زجاجة, disebut مائدةapabila ada makanan diatasnya, apabila tidak ada makanan diatasnya maka disebutخوانbegitu juga dikatakan قلمapabila berisi tinta, apabila kosong maka disebutأنبوبة.[4]

5.      Ibnu Taimiyyah

Beliau mengambil contoh dari firman Allah SWT.:

يَوْمَ تَمُورُ السَّمَاءُ مَوْرًا

 “Pada hari bergeraknya langit itu dengan gerakannya..” At-Thur:9

Kebanyakkan kamus memberikan makna مور sama dengan حركة .Kedua-duanya mempunyai arti “bergerak”. Namun pada hakikatnya, مور ialah gerakan yang ringan serta cepat. Sedangkan حركةadalah semata-mata gerakan.

Al-Mutaradif (synonyme) merupakan fenomena kebahasaan yang alami yang terjadi pada setiap bahasa karena adanya lahjah (dialek) yang saling menjelaskan dalam mufradat maupun maknanya. Tidak mungkin setiap kabilah arab menyebut sesuatu dengan satu sebutan atau nama. Kita juga melihat bahwa taraduf terjadi dalam bahasa arab fusha padahal bahasa Arab fusha merupakan bahasa yang digunakan oleh kabilah-kabilah arab jahiliyah, bahkan dalam al-Qur’an juga ditemukan taraduf ini karena al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Fusha tersebut.

 

C.     Sebab-sebab Adanya Mutaradif

Banyaknya kata taraduf dalam bahasa arab kembali kepada beberapa sebab sebagai berikut:

a.       Banyaknya perpindahan lafadz taraduf dari lahjah Arab ke lahjah Quraisy karena lamanya proses percampuran antara keduanya. Dari mufradat-mufradat ini banyak mufradat yang tidak dibutuhkan oleh bangsa Quraisy karena ada bandingannya, dan kondisi seperti ini mengarah pada perkembangan taraduf dalam nama, sifat atau bentuk.

b.      Penulis mu’jam mengambil mufradat dari lahjat yang bermacam-macam, sehingga mu’jam tersebut mencakup mufradat-mufradat yang tidak digunakan dalam bahasa Quraisy.

c.       Para penulis mu’jam tidak membedakan antara makna hakiki dan makna majazi, sehingga banyak mufradat yang semestinya makna hakiki tetapi digunakan untuk makna yang majazi.

d.      Kebanyakan dari lafadz taraduf hakikatnya bukanlah taraduf, tetapi lafadz itu lebih menunjukan kepada keadaan khusus. Contoh lafadz رنا، شفن، حدج، لحظ، رمق lafadz-lafadz ini menunjukan makna melihat tetapi melihat dengan cara yang berbeda-beda. رمق menunjukan makna melihat dengan semua mata (melotot), لحظ menunjukan makna melirik, حدج menujukan makna menoleh, رفن menunjukan makna menatap dengan tatapan yang lama.

e.       Banyaknya Tashif (kekeliruan penulisan) dalam buku-buku bahasa arab terdahulu, khususnya ketika tulisan arab luput dari syakal, titik dan harakat.

Adapun penyebab lainnya adalah sebagai berikut:

a.       Banyaknya Kabilah Arab yang menciptakan kata-kata yang berbeda dengan maksud yang sama. Bangsa Arab mempunyai banyak kabilah sehingga tidak heran jika bahasa mereka menjadi lebih kaya.

b.      Kamus-kamus Bahasa Arab

Ø  Dikumpulkannya seluruh kosakata dari berbagai kabilah Arab menjadi sebuah kamus.

Ø  Tak hanya itu kosakata yang masyhur pada zaman jahiliyah yang sudah diganti dengan kata lain setelah Islam datang. Kosakata tersebut tidak mungkin ditinggalkan begitu saja karena banyaknya pemakaian pada zaman dahulu, kemudian dikumpulkan dalam kamus. Penggantian itu tidak ditemui selain dalam bahasa Arab.

Ø  Ada banyak kata yang merupakan serapan dari bahasa lain seperti dari Yunani, Persia, Ibrani, dan lainnya yang juga dimasukkan ke dalam kamus. Hal ini semakin memperkaya Bahasa Arab.

c.    Sudah menjadi kebiasaan orang Arab menyebut suatu benda dengan sifatnya, seperti الأسد (singa) dengan العباس (muka masam) karena sering menunjukkan taringnya. Begitu juga السيف (pedang) denganالفصل (pemisah) karena memisahkan bagian-bagian tubuh.

d.   Evolusi fonetik dan semantik

Perubahan suara yaitu bisa dengan mengganti satu huruf pembentuknya (Ibdal) atau merubah susunan hurufnya (Qolab). Contohnya:هلبت السماء القوم = ألبت السماء

 Dengan mengganti huruf ه menjadi أ maka akan menjadi sinonimi. هلب  maknanya “menghujani” sedangkan ألب  maknanya “masih hujan”. 

e.    Perubahan makna

Yaitu bisa dengan mengumumkan yang khusus atau mengkhususkan yang umum atau pengkiasan atau karena kedekatan makna. Contoh:

·         الدفن semula maknanya mengubur mayat, namun sekarang digunakan juga untuk istilah menyimpan rahasia (khusus ke umum);

·         البعير semula adalah unta jantan atau betina yang telah tumbuh taringnya, namun sekarang hanya untuk unta jantan saja (umum ke khusus);

·         الرحمة maknanya kasih sayang berasal dari kata الرحم (rahim), karena di sana tempat terjalinnya kasih sayang antara ibu dan anak (pengkiasan);

·         الحلس makna sebenarnya adalah pelana, namun sering kali diartikan punggung tunggangan (kedekatan makna).

f.     Orang Arab biasa menggunakan satu kata untuk berbagai kondisi.

g.    Orang Arab suka mencuri perhatian dengan irama terutama pada syi’ir. Mereka akan mencari kata yang paling mendekati untuk keindahan qofiyah (huruf akhir), sehingga lama kelamaan kata-kata tersebut akan semakin dekat dan sulit untuk dibedakan.

h.    Hilangnya perbedaan karena seringnya pemakaian. Seperti الريب dan الشك sama-sama bermakna “ragu”. Padahal makna asalnya الريب adalah kacau, sedangkan الشك adalah antara menolak dan percaya, namun karena seringnya pemakaian menjadi sulit membedakan keduanya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin al – Suyuthi, Almuzhir fi ‘Ulumi al-lugah wa anwa’uha, maktabah Darul turats,kairo, hal 403

Al-Tsa’alibi, Fiqh al-Lughah wa Sirr al-‘Arobiyah, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Bairut.

 

 

 

 

 



[1] Jalaluddin al – Suyuthi, Almuzhir fi ‘Ulumi al-lugah wa anwa’uha, maktabah Darul turats,kairo, hal 403

[2] Ibid,

[3] Husen bin Ahmad (980 M) Ahli bahasa, Tokoh ahli Nahwu, asalnya dari kota Hamdan

[4] Al-Tsa’alibi, Fiqh al-Lughah wa Sirr al-‘Arobiyah, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Bairut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar