Sabtu, 27 Mei 2017

controlling menurut al-qur'an dan hadits



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dalam kehidupan yang serba modern ini, dimana banyak aspek kehidupan yang dilakukan secara professional, evaluasi merupakan kegiatan yang dapat ditemukan hampir dalam semua profesi dan aspek-aspek kehidupan lainnya.[1]
 Dalam dunia pendidikan, telah dikenal berbagai macam bentuk kegiatan tentang upaya mencapai kesuksesan dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas serta melahirkan anak didik yang mampu menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan. Diantara bentuk kegiatan tersebut adalah adanya evaluasi terhadap kegiatan yang telah atau akan dilaksanakan dengan berbagai macam tujuan yang diinginkan.
Evaluasi berasal dari kata evaluation inilah diperoleh kata Indonesia evaluasi yang berarti menilai (tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu).[2]  Maka, evaluasi pendidikan berarti seperangkat tindakan atau proses untuk menentukan dan menilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai.[3]
Evaluasi dalam pendidikan merupakan proses bagaimana pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai hasil yang diharapkan atau belum mencapai tujuan secara sempurna, sehingga perlu melakukan perbaikan dan peningkatan efektifitas pembelajaran. Dengan evaluasi, maka suatu kegiatan dapat diketahui taraf kemajuannya serta dapat dilihat berhasil atau tidaknya pendidikan dalam mencapai tujuannya. Evaluasi merupakan suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan.[4]
Dalam pendidikan Islam, evaluasi merupakan salah satu komponen dari sistem pendidikan yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses pendidikan Islam dan proses pembelajaran.[5]
Pendidikan Islam memandang evaluasi sebagai sebuah komponen pendidikan yang sangat penting. Hal ini tentunya berlandaskan pada al-Qur’an dan hadits sebagai petunjuk dan pedoman orang Islam. Al-Qur’an dan hadits sebagai sumber pendidikan Islam banyak mengungkap konsep evaluasi di dalam ayat-ayatnya sebagai acuan bagi manusia untuk berhati-hati dalam melakukan perbuatan. Dari sini, penulis akan mencoba memaparkan tentang evaluasi menurut al-Qur’an dan hadits dan relevansinya di dalam pendidikan.

B.       Rumusan Masalah
Dari pendahuluan di atas, maka beberapa permasalahan yang akan dibahas antara lain :
1.    Apa pengertian evaluasi?
2.    Bagaimana evaluasi menurut al-Qur’an dan hadits?
3.    Bagaimana relevansi evaluasi menurut al-Qur’an dan hadits dalam pendidikan?





BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Evaluasi
Menurut pengertian bahasa, kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation yang berarti penilaian dan penaksiran.[6] Dalam bahasa Arab, dijumpai istilah imtihan yang berarti ujian, dan khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan. Selanjutnya evaluasi dapat diartikan sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu dalam rangka mendapatkan informasi dan menggunakannya untuk menyusun penilaian dalam rangka membuat keputusan.[7] Menurut al-ghazali arti evaluasi secara etimologis ialah muhasabah berasal dari kata hasiba yang berarti menghitung, atau kata hasaba yang berarti memperkirakan.[8]
Nitko dan Brookhart mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses penetapan nilai yang berkaitan dengan kinerja dan hasil karya siswa. Evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam meningkatkan kualitas, kinerja atau produktivitas suatu lembaga dalam melaksanakan programnya. Melalui evaluasi, akan diperoleh informasi tentang apa yang telah dicapai dan mana yang belum, dan selanjutnya informasi ini digunakan untuk perbaikan dan peningkatan suatu program.
Menurut Tyler, evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Masih banyak lagi definisi tentang evaluasi, namun semuanya selalu memuat masalah informasi dan kebijakan, yaitu informasi tentang pelaksanaan dan keberhasilan suatu program yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kebijakan berikutnya.[9] Oleh karena itu, evaluasi mempunyai manfaat yang sangat besar. Manfaat ini dapat ditinjau dari pelaksanaannya.[10]
Jika kata evaluasi dihubungkan dengan kata pendidikan, maka dapat diartikan sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan, untuk itu evaluasi pendidikan sebenarnya tidak hanya menilai tentang hasil belajar siswa tersebut, tetapi juga menilai tentang guru, kurikulum, metode, sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya.[11]
Di dalam al-Qur’an juga terdapat term atau istilah-istilah tertentu yang mengarah pada makna atau teknik evaluasi. Term-term tersebut adalah:
1.         Al-Hisab, memiliki makna menghitung, menafsirkan dan mengira.[12]
2.         Al-Bala’ , memiliki makna cobaan dan ujian.[13]
3.         Al-Imtihan, berarti ujian.[14]
Beberapa term di atas dapat dijadikan petunjuk arti evaluasi secara langsung atau hanya sekedar alat atau proses di dalam evaluasi. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa al-Quran dan hadits merupakan asas maupun prinsip pendidikan Islam, sementara untuk operasionalnya tergantung pada ijtihad.
Jadi dalam evaluasi pendidikan Islam dapat diartikan sebagai kegiatan penilaian terhadap tingkah laku peserta didik dari keseluruhan aspek mental-psikologis dan spiritual religius dalam pendidikan Islam, dalam hal ini tentunya yang menjadi tolak ukur adalah al-Qur’an dan al-Hadits.

B.       Evaluasi Menurut Al-Qur’an dan Hadits
a.    Evaluasi Menurut Al-Qur’an
1)        QS. Infithar 10-12
¨bÎ)ur öNä3øn=tæ tûüÏàÏÿ»ptm: ÇÊÉÈ $YB#tÏ. tûüÎ6ÏF»x. ÇÊÊÈ tbqçHs>ôètƒ $tB tbqè=yèøÿs? ÇÊËÈ
a.     Artinya
Padahal Sesungguhnya bagi kamu ada (Malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), Yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.
b.    Arti mufrodat
ûüÏàÏÿ»ptm: : mengawasi                bqçHs>ôètƒ   : mengetahui
ûüÎ6ÏF»x.    : mencatat                    bqè=yèøÿs?  : mengerjakan
c.     Tafsir ayat
Telah dijelaskan dari Tafsir Jalalain; (Padahal Sesungguhnya bagi kamu ada  mengawasi) yaitu malaikat-malaikat yang mengawasi amal perbuatan kalian. (Yang mulia)  artinya  mereka dimuliakan di sisi Allah (dan yang mencatat) maksudnya menjadi juru tulis amal perbuatan kalian, (Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan) tanpa kecuali.[15]
Menurut M. Qurash Shihab (ötûüÏàÏÿ»ptm: Nä3øn=tæ ¨bÎ)ur) wa inna alaikum la hafizhin/padahal sesungguhnya atas kamu sungguh ada pengawas-pengawas, ditujukan kepada semua manusia yang mukallaf (dewasa dan berakal) tanpa kecuali. Ulama berbeda pendapat tentang makna ayat ini. Apakah malaikat secara umum mengawasi manusia secara umum, ataukah masing-masing manusia ada malaikat pengawasnya, dan apakah pengawas itu- untuk setiap orang-hanya satu, atau dua, atau lebih. Banyak ulama’ memahami ayat di atas serupa dengan firman-Nya:
إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ (17) مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (18)
Ketika dua penerima menerima; di sebelah kanan dan di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan di sisinya ada malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 17-18).

هٰذَا كِتَابُنَا يَنْطِقُ عَلَيْكُمْ بِالْحَقِّ ۚ إِنَّا كُنَّا نَسْتَنْسِخُ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ (29)
“Inilah kitab Kami yang menuturkan kepada kamu dengan benar, sesungguhnya Kami telah nastansikhu (menyuruh salin/menyuruh catat) apa yang telah kamu kerjakan” (Q.S. al-Jatsiyah: 29)
            Hanya saja, ulama’ ini memahami kata نَسْتَنْسِخُ bukan dalam arti menyuruh catat tetapi menyuruh salin. Dengan demikian, kata (ûüÎ6ÏF»x.) katibin adalah malaikat-malaikat yang berarti menyalin. Ketika menafsirkan ayat tersebut ulama ini mengemukakan bahwa: “ karena amal-amal perbuatan manusia berbeda (tercatat) di al-Lauh al-Mahfuzh, penyalinan amal-amal itu adalah penyalinan apa yang berkaitan dengan amal-amal mereka di Lauh itu. Dengan demikian, shahifah (lembaran) kitab amal seseorang terdiri dari amalnya dan bagian yang terdapat di al-Lauh al-Mahfuzh. Sementara yang dimaksud dengan pencatatan atau penulisan malaikat terhadap amal-amal adalah penyesuaian apa yang ada pada salinan oleh malaikat itu dari naskah yang terdapaat di al-Lauh al-Mahfuzh dengan amal-amal perbuatan manusia.[16]
{ وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ } رقباء من الملائكة يحفظون عليكم أعمالكم. { كِرَامًا } على الله { كَاتِبِين } يكتبون أقوالكم وأعمالكم.
{ يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ } من خير أو شر.[17]
Menurut Imam Ar-Rozi, beliau menafsirkan QS. Infithar 10-12, sebagai berikut:
والمعنى التعجب من حالهم ، كأنه سبحانه قال : إنكم تكذبون بيوم الدين وهو يوم الحساب والجزاء ، وملائكة الله موكلون بكم يكتبون أعمالكم حتى تحاسبوا بها يوم القيامة ، ونظيره قوله تعالى : { عَنِ اليمين وَعَنِ الشمال قَعِيدٌ * مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ } [ ق : 18 17 ] وقوله تعالى : { وَهُوَ القاهر فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُم حَفَظَةً } [ الأنعام : 61 ] ثم ههنا مباحث :
الأول : من الناس من طعن في حضور الكرام الكاتبين من وجوه : أحدها : أن هؤلاء الملائكة ، إما أن يكونوا مركبين من الأجسام اللطيفة كالهواء والنسيم والنار ، أو من الأجسام الغليظة ، فإن كان الأول لزم أن تنتقض بنيتهم بأدنى سبب من هبوب الرياح الشديدة وإمرار اليد والكم والسوط في الهواء ، وإن كان الثاني وجب أن نراهم إذ لو جاز أن يكونوا حاضرين ولا نراهم ، لجاز أن يكون بحضرتنا شموس وأقمار وفيلات وبوقات ، ونحن لا نراها ولا نسمعها وذلك دخول في التجاهل ، وكذا القول في إنكار صحائفهم وذواتهم وقلمهم وثانيها : أن هذا الاستكتاب إن كان خالياً عن الفوائد فهو عبث وذلك غير جائز على الله تعالى ، وإن كان فيه فائدة فتلك الفائدة ، إما أن تكون عائدة إلى الله تعالى أو إلى العبد والأول : محال لأنه متعال عن النفع والضر ، وبهذا يظهر بطلان قول من يقول : إنه تعالى إنما استكتبها خوفاً من النسيان الغلط والثاني : أيضاً محال ، لأن أقصى ما في الباب أن يقال : فائدة هذا الاستكتاب أن يكونوا شهوداً على الناس وحجة عليهم يوم القيامة إلا أن هذه الفائدة ضعيفة ، لأن الإنسان الذي علم أن الله تعالى لا يجور ولا يظلم ، لا يحتاج في حقه إلى إثبات هذه الحجة ، والذي لا يعلم ذلك لا ينتفع بهذه الحجة لاحتمال أنه تعالى أمرهم بأن يكتبوا تلك الأشياء عليه ظلماً وثالثها : أن أفعال القلوب غير مرئية ولا محسوسة فتكون هي من باب المغيبات ، والغيب لا يعلمه إلا الله تعالى على ما قال : { وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الغيب لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ } [ الأنعام : 59 ] وإذا لم تكن هذه الأفعال معلومة للملائكة استحال أن يكتبوها والآية تقضي أن يكونوا كاتبين علينا كل ما نفعله ، سواء كان ذلك من أفعال القلوب أم لا؟ والجواب : عن الأول : أن هذه الشبهة لا تزال إلا على مذهبنا بناء على أصلين أحدهما : أن البنية ليست شرطاً للحياة عندنا والثاني : أي عند سلامة الحاسة وحضور المرئي وحصول سائر الشرائط لا يجب الإدراك ، فعلى الأصل الأول يجوز أن تكون الملائكة أجراماً لطيفة تتمزق وتتفرق ولكن تبقى حياتها مع ذلك ، وعلى الأصل الثاني يجوز أن يكونوا أجساماً كثيفة لكنا لا نراها والجواب : عن الثاني أن الله تعالى إنما أجرى أموره مع عباده على ما يتعاملون به فيما بينهم لأن ذلك أبلغ في تقرير المعنى عندهم ، ولما كان الأبلغ عندهم في المحاسبة إخراج كتاب بشهود خوطبوا بمثل هذا فيما يحاسبون به يوم القيامة ، فيخرج لهم كتب منشورة ، ويحضر هناك ملائكة يشهدون عليهم كما يشهد عدول السلطان على من يعصيه ويخالف أمره ، فيقولون له : أعطاك الملك كذا وكذا ، وفعل بك كذا وكذا ، ثم قد خلفته وفعلت كذا وكذا ، فكذا ههنا والله أعلم بحقيقة ذلك الجواب : عن الثالث أن غاية ما في الباب تخصيص هذا العموم بأفعال الجوارح ، وذلك غير ممتنع .[18]

Dalam Bahr al-ulm li-assamarqandy dijelaskan:
{ وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لحافظين } من الملائكة يحفظون أعمالكم { كِرَاماً كاتبين } يعني : كراماً على الله تعالى كاتبين يعني يكتبون أعمال بني آدم عليه السلام { يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ } من الخير والشر ، وروى مجاهد عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : " أَكْرِمُوا الكِرَامَ الْكَاتِبِينَ الَّذِينَ لاَ يُفَارِقُونَكُمْ إلاَّ عِنْدَ إِحْدَى الْحَالَتَيْنِ الجَنَابَةِ والْغَائِطِ ".[19]
وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ (10) { لَحَافِظِينَ } ملائكة ، يحفظ كل إنسان ملكان ، عن يمينه كاتب الحسنات والآخر عن يساره يكتب السيئات . كِرَامًا كَاتِبِينَ (11) { كِرَاماً } على الله تعالى أو الإيمان أو لأنهما لا يفارقان ابن آدم إلا عند الغائط والجماع يعرضان عنه ويكتبان ما تكلم به.[20]
2)        QS. Al-An’am 164
ö@è% uŽöxîr& «!$# ÓÈöö/r& $|/u uqèdur >u Èe@ä. &äóÓx« 4 Ÿwur Ü=Å¡õ3s? @à2 C§øÿtR žwÎ) $pköŽn=tæ 4 Ÿwur âÌs? ×ouÎ#ur uøÍr 3t÷zé& 4 §NèO 4n<Î) /ä3În/u ö/ä3ãèÅ_ó£D /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ öNçFZä. ÏmŠÏù tbqàÿÎ=tGøƒrB ÇÊÏÍÈ
a.       Artinya
Katakanlah: "Apakah Aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."

b.      Arti mufrodat
=Å¡õ3s?  : Berbuat dosa
Ìs?        : Memikul
øÍr        : Dosa
c.       Tafsir ayat
Allah yang kepada-Nya tertuju segala aktivitas Nabi Muhammad SAW adalah Tuhan yang wajib disembah. Karena awal, pertengahan, dan akhir surat ini telah membuktikan kesesatan kaum musyrikin serta keniscayaan hari kiamat, pada penutup surat ini sekali lagi Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengecam sambil berlepas tangan dari tanggungjawab menyangkut dosa-dosa mereka. Beliau diperintah: Katakanlah, wahai Nabi Muhammad SAW dengan menolak ajakan orang-orang musyrik kepadamu untuk mengikuti mereka, apakah wajar Aku mencari Tuhan yang diakui keesaan-Nya dan disembah selain Allah, padahal Dia Yang Maha Esa itu adalah Tuhan yang menganugerahkan bimbingan dan pemeliharaan bagi segala sesuatu? Dan katakan pula kepada mereka bahwa, tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Jika demikian itu halnya, setiap orang hendaknya berhati-hati karena semua akan mati. Kemudian setelah berlalu waktu yang relatif lama, kepada Tuhanmulah yang selama ini membimbing dan memelihara kamu wahai seluruh manusia, kamu semua akan kembali, betapa pun lamanya kamu hidup di dunia, lalu Dia akan memberitakan kepadamu apa yang kamu perselisihkan, baik perselisihan menyangkut agama dan kepercayaan maupun perselisihan-perselisihan lainnya. Selanjutnya Dia akan memberikan kalian balasan atas amal perbuatan kamu.
Kata  (وزر) wizr pada mulanya berarti berat. Dari makna ini, lahir makna-makna baru seperti dosa, karena dosa adalah sesuatu yang berat dipikul manusia kelak di hari kemudian, demikian juga kata (وزير) wazir, yakni menteri, karena tugas yang dipikulnya berat.
Ayat ini dan ayat berikut mengandung tiga bukti yang sangat jelas tentang tauhid dan keniscayaan hari kemudian. Bukti pertama melalui uraiannya tentang awal penciptaan, yakni segala sesuatu yang diciptakan Allah. Jika segala sesuatu adalah ciptaan Allah, pastilah segala sesuatu wajib menyembah-Nya. Bukti kedua adalah akhir kehidupan, yaitu kandungan ayat yang menjelaskan bahwa semua akan kembali kepada Allah untuk menerima ganjaran. Tidak ada yang dapat menanggung dosa orang lain. Jika demikian, Dia adalah Pemilik dan Penguasa mutlak, dan karena itu hari kiamat pasti datang dan pengabdian harus tertuju kepada-Nya semata. Bukti yang ketiga adalah ciri kehidupan duniawi yang dikandung pada ayat berikunya.[21]
Menurut Tafsir Jalalain; (Katakanlah: "Apakah Aku akan mencari Tuhan selain Allah) sebagai sesembahan; artinya aku tidak mencari Tuhan selain-Nya (Dia adalah Tuhan) yang memiliki (segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa) berbuat dosa (melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul) maksudnya seseorang tidak akan memikul (dosa) perbuatan dosa (orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan).[22]
Menurut Imam Al-Bagowi, beliau menafsirkan QS. Al-An’am 164, sebagai berikut:
{ قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا } قال ابن عباس رضي الله عنهما: سيدا وإلها { وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ } وذلك أن الكفار كانوا يقولون للنبي صلى الله عليه وسلم: ارجع إلى ديننا. قال ابن عباس: كان الوليد بن المغيرة يقول: اتبعوا سبيلي أحمل عنكم أوزاركم، فقال الله تعالى:  وَلا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلا عَلَيْهَا } لا تجني كل نفس إلا ما كان من إثمه على الجاني، { وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى } أي لا تحمل نفس حمل أخرى، أي: لا يؤاخذ أحد بذنب غيره، {ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ }.[23]
Sedangkan menurut Imam Ar-Rozi, beliau menafsirkan QS. Al-An’am 164, sebagai berikut:
اعلم أنه تعالى لما أمر محمداً صلى الله عليه وسلم بالتوحيد المحض ، وهو أن يقول : { إِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى } إلى قوله : { لاَ شَرِيكَ لَهُ } أمره بأن يذكر ما يجري مجرى الدليل على صحة هذا التوحيد ، وتقريره من وجهين : الأول : أن أصناف المشركين أربعة ، لأن عبدة الأصنام أشركوا بالله ، وعبدة الكواكب أشركوا بالله والقائلون : بيزدان ، وأهرمن وهم الذين قال الله في حقهم : { وَجَعَلُواْ للَّهِ شُرَكَاء الجن } [ الأنعام : 100 ] أشركوا بالله والقائلون : بأن المسيح ابن الله والملائكة بناته ، أشركوا أيضاً بالله ، فهؤلاء هم فرق المشركين ، وكلهم معترفون أن الله خالق الكل ، وذلك لأن عبدة الأصنام معترفون بأن الله سبحانه هو الخالق للسموات والأرض ، ولكل ما في العالم من الموجودات ، وهو الخالق للأصنام والأوثان بأسرها . وأما عبدة الكواكب فهم معترفون بأن الله خالقها وموجدها . وأما القائلون بيزدان ، وهرمن فهم أيضاً معترفون بأن الشيطان محدث ، وأن محدثه هو الله سبحانه . وأما القائلون بالمسيح والملائكة فهم معترفون بأن الله خالق الكل ، فثبت بما ذكرنا أن طوائف المشركين أطبقوا واتفقوا على أن الله خالق هؤلاء الشركاء .
إذا عرفت هذا فالله سبحانه قال له يا محمد : { قُلْ أَغَيْرَ الله أَبْغِى رَبّا } مع أن هؤلاء الذين اتخذوا رباً غير الله تعالى أقروا بأن الله خالق تلك الأشياء ، وهل يدخل في العقل جعل المربوب شريكاً للرب وجعل العبد شريكاً للمولى ، وجعل المخلوق شريكاً للخالق؟ ولما كان الأمر كذلك ، ثبت بهذا الدليل أن اتخاذ رب غير الله تعالى قول فاسد ، ودين باطل .
الوجه الثاني : في تقرير هذا الكلام أن الموجود ، إما واجب لذاته ، وإما ممكن لذاته وثبت أن الواجب لذاته واحد ، فثبت أن ما سواه ممكن لذاته ، وثبت أن الممكن لذاته لا يوجد إلا بإيجاد الواجب لذاته ، وإذا كان الأمر كذلك كان تعالى رباً لكل شيء .
وإذا ثبت هذا فنقول : صريح العقل يشهد بأنه لا يجوز جعل المربوب شريكاً للرب وجعل المخلوق شريكاً للخالق فهذا هو المراد من قوله : { قُلْ أَغَيْرَ الله أَبْغِى رَبّا وَهُوَ رَبُّ كُلّ شَىْء } ثم إنه تعالى لما بين بهذا الدليل القاهر القاطع هذا التوحيد بين أنه لا يرجع إليه من كفرهم وشركهم ذم ولا عقاب ، فقال : { وَلاَ تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلاَّ عَلَيْهَا } ومعناه أن إثم الجاني عليه ، لا على غيره { وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أخرى } أي لا تؤخذ نفس آثمة بإثم أخرى ، ثم بين تعالى أن رجوع هؤلاء المشركين إلى موضع لا حاكم فيه ولا آمر إلا الله تعالى ، فهو قوله : { ثُمَّ إلى رَبّكُمْ مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ } .[24]
Sedangkan dalam tafsir Ibnu Katsir QS. al-An’am ayat 164 dijelaskan:
{ قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ وَلا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلا عَلَيْهَا وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (164) }
يقول تعالى: { قُلْ } يا محمد لهؤلاء المشركين بالله في إخلاص العبادة له والتوكل عليه: { أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا } أي: أطلب ربا سواه، وهو رب كل شيء، يَرُبّنِي ويحفظني ويكلؤني ويدبر أمري، أي: لا أتوكل إلا عليه، ولا أنيب إلا إليه؛ لأنه رب كل شيء ومليكه، وله الخلق والأمر.
هذه (7) الآية فيها الأمر بإخلاص التوكل، كما تضمنت الآية التي قبلها إخلاص العبادة له (8) لا شريك له. وهذا المعنى يقرن بالآخر كثيرًا [في القرآن] (9) كما قال (10) تعالى مرشدًا لعباده أن يقولوا: { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } [الفاتحة : 5] ، وقوله { فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ } [هود : 123] ، وقوله { قُلْ هُوَ الرَّحْمَنُ آمَنَّا بِهِ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَا } [الملك : 29] ، وقوله { رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلا } [المزمل : 9] ، وأشباه ذلك من الآيات.
وقوله: { وَلا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلا عَلَيْهَا وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى } إخبار عن الواقع يوم القيامة.[25]

3)        QS. At-Tahrim 6
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ

a.     Artinya
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
b.      Arti mufrodat
#þqè%                    : Peliharalah                 âŸxÏî               : kasar
/ä3|¡àÿRr&             : Dirimu                       Š#yÏ©                : keras
/ä3Î=÷dr&              : Keluargamu
c.     Tafsir ayat
Dalam Tafsir Jalalain; (Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu) dengan mengarahkan mereka kepada jalan ketaatan kepada Allah (dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia) orang-orang kafir (dan batu); seperti berhala-berhala yang mereka sembah adalah sebagian dari bahan bakar neraka itu. Atau dengan kata lain api neraka itu sangat panas, sehingga hal-hal tersebut dapat terbakar. Berbeda halnya dengan api di dunia, karena api di dunia dinyalakan dengan kayu dan lain-lainnya (penjaganya malaikat-malaikat) yakni, juru kunci neraka itu adalah malaikat-malaikat yang jumlahnya ada sembilan belas malaikat sebagaimana yang diterangkan dalam surat al-muddatstsir (yang kasar) lafal ghilaazhun ini diambil dari kata ghilaazhul qolbi, yakni kasar hatinya (yang keras) sangat keras hantamannya, (mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka) lafal maa amarohum berkedudukan sebagai badal dari lafal Allah. Atau dengan kata lain malaikat-malaikat penjaga neraka itu tidak pernah mendurhakai perintah Allah (dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan) lafal ayat ini berkedudukan menjadi badal dari lafal sebelumnya. Dalam ayat ini terkandung ancaman bagi orang-orang mukmin supaya jangan murtad, dan juga ayat ini merupakan ancaman pula bagi orang-orang munafik, yaitu mereka yang mengaku beriman dengan lisannya tetapi hati mereka masih tetap kafir.[26]
Ayat diatas memberi tuntunan kepada kaum beriman bahwa: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu antara lain dengan meneladani Nabi SAW dan pelihara juga keluarga kamu (وأهليكم) yakni istri, anak-anak dan seluruh yang berada di bawah tanggung jawab kamu dengan membimbing dan mendidik mereka agar kamu semua terhindar dari api neraka (نار) dan yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia yang kafir dan juga batu-batu (والحجارة) antara lain yang dijadikan berhala-berhala. Di atasnya yakni yang menangani neraka itu dan bertugas menyiksa penghuni-penghuninya, adalah malaikat-malaikat yang kasar-kasar hati dan perlakuannya, yang keras-keras perlakuannya dalam melaksanakan tugas penyiksaan, yang tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang Dia perintahkan kepada mereka sehingga siksa yang mereka jatuhkan- kendati mereka kasar-tidak kurang dan tidak juga berlebih dari apa yang diperintahkan Allah, yakni sesuai dengan dosa dan kesalahan masing-masing penghuni neraka dan mereka juga senantiasa dan dari saat ke saat mengerjakan dengan mudah apa yang diperintahkan Allah kepada mereka.[27]
Menurut Ar-Razi pada QS. At-Tahrim 6, beliau menafsirkan:
{ قُواْ أَنفُسَكُمْ } أي بالانتهاء عما نهاكم الله تعالى عنه ، وقال مقاتل : أن يؤدب المسلم نفسه وأهله ، فيأمرهم بالخير وينهاهم عن الشر ، وقال في «الكشاف» : { قُواْ أَنفُسَكُمْ } بترك المعاصي وفعل الطاعات ، { وَأَهْلِيكُمْ } بأن تؤاخذوهم بما تؤاخذون به أنفسكم ، وقيل : { قُواْ أَنفُسَكُمْ } مما تدعو إليه أنفسكم إذ الأنفس تأمرهم بالشر وقرىء : { وأهلوكم } عطفاً على واو { قُواْ } وحسن العطف للفاصل ، و { نَارًا } نوعاً من النار لا يتقد إلا بالناس والحجارة ، وعن ابن عباس هي حجارة الكبريت ، لأنها أشد الأشياء حراً إذا أوقد عليها ، وقرىء : { وَقُودُهَا } بالضم ، وقوله : { عَلَيْهَا ملائكة } يعني الزبانية التسعة عشر وأعوانهم { غِلاَظٌ شِدَادٌ } في أجرامهم غلظة وشدة أي جفاء وقوة ، أو في أفعالهم جفاء وخشونة ، ولا يبعد أن يكونوا بهذه الصفات في خلقهم ، أو في أفعالهم بأن يكونوا أشداء على أعداء الله ، رحماء على أولياء الله كما قال تعالى : { أَشِدَّاء عَلَى الكفار رُحَمَاء بَيْنَهُمْ } [ الفتح : 29 ] وقوله تعالى : { وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ } يدل على اشتدادهم لمكان الأمر ، لا تأخذهم رأفة في تنفيذ أوامر الله تعالى والانتقام من أعدائه ، وفيه إشارة إلى أن الملائكة مكلفون في الآخرة بما أمرهم الله تعالى به وبما ينهاهم عنه والعصيان منهم مخالفة للأمر والنهي .
وقوله تعالى : { يأَيُّهَا الذين كَفَرُواْ لاَ تَعْتَذِرُواْ اليوم } لما ذكر شدة العذاب بالنار ، واشتداد الملائكة في انتقام الأعداء ، فقال : { لاَ تَعْتَذِرُواْ اليوم } أي يقال لهم : لا تعتذروا اليوم إذ الاعتذار هو التوبة ، والتوبة غير مقبولة بعد الدخول في النار ، فلا ينفعكم الاعتذار ، وقوله تعالى : { إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ } يعني إنما أعمالكم السيئة ألزمتكم العذاب في الحكمة ، وفي الآية مباحث :
البحث الأول : أنه تعالى خاطب المشركين في قوله : { فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ وَلَن تَفْعَلُواْ فاتقوا النار التي وَقُودُهَا الناس والحجارة } وقال : { أُعِدَّتْ للكافرين } [ البقرة : 24 ] جعلها معدة للكافرين ، فما معنى مخاطبته به المؤمنين؟ نقول : الفساق وإن كانت دركاتهم فوق دركات الكفار ، فإنهم مع الكفار في دار واحدة فقيل للذين آمنوا : { قُواْ أَنفُسَكُمْ } باجتناب الفسق مجاورة الذين أعدت لهم هذه النار ، ولا يبعد أن يأمرهم بالتوقي من الارتداد .
البحث الثاني : كيف تكون الملائكة غلاظاً شداداً وهم من الأرواح ، فنقول : الغلظة والشدة بحسب الصفات لما كانوا من الأرواح لا بحسب الذات ، وهذا أقرب بالنسبة إلى الغير من الأقوال .
البحث الثالث : قوله تعالى : { لاَّ يَعْصُونَ الله مَا أَمَرَهُمْ } في معنى قوله : { وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ } فما الفائدة في الذكر فنقول : ليس هذا في معنى ذلك لأن معنى الأول أنهم يتقبلون أوامره ويلتزمونها ولا ينكرونها ، ومعنى الثاني أنهم ( يؤدون ) ما يؤمرون به كذا ذكره في «الكشاف» .[28]
Sedangkan dalam tafsir Baidhowi telah dijelaskan:
{ ياأيها الذين ءامَنُواْ قُواْ أَنفُسَكُمْ } بترك المعاصي وفعل الطاعات. {وَأَهْلِيكُمْ } بالنصح والتأديب ، وقرىء و «أهلوكم» عطف على واو { قُواْ } ، فيكون { أَنفُسَكُمْ } أنفس القبيلين على تغليب المخاطبين. { نَاراً وَقُودُهَا الناس والحجارة } ناراً تتقد بهما اتقاد غيرها بالحطب . { عَلَيْهَا مَلَئِكَةٌ } تلِي أمرها وهم الزبانية . { غِلاَظٌ شِدَادٌ} غلاظ الأقوال شداد الأفعال ، أو غلاظ الخلق شداد الخلق أقوياء على الأفعال الشديدة . { لاَّ يَعْصُونَ الله مَا أَمَرَهُمْ } فيما مضى. { وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ } فيما يستقبل ، أو لا يمتنعون عن قبول الأوامر والتزامها ويؤدون ما يؤمرون به .[29]
                                    Menurut tafsir At-Thobari Q.S. at-Tahrim ayat 6 dijelaskan:

القول في تأويل قوله تعالى : { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (6) }
يقول تعالى ذكره: يا أيها الذين صدقوا الله ورسوله( قُوا أَنْفُسَكُمْ ) يقول: علموا بعضكم بعضا ما تقون به من تعلمونه النار، وتدفعونها عنه إذا عمل به من طاعة الله، واعملوا بطاعة الله. وقوله:( وَأَهْلِيكُمْ نَارًا ) يقول: وعلموا أهليكم من العمل بطاعة الله ما يقون به. أنفسهم من النار. وبنحو الذي قلنا في ذلك قال أهل التأويل. * ذكر من قال ذلك:
حدثنا ابن بشار، قال: ثنا عبد الرحمن، قال: ثنا سفيان، عن منصور، عن رجل، عن عليّ بن أبي طالب رضى الله عنه في قوله:( قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ ) قال: علِّموهم، وأدّبوهم.
حدثنا ابن حميد، قال: ثنا مهران، عن سفيان، عن منصور، عن رجل، عن عليّ( قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا ) يقول: أدّبوهم، علموهم
حدثني الحسين بن يزيد الطحان، قال: ثنا سعيد بن خثيم، عن محمد بن خالد الضبيِّ، عن الحكم، عن عليّ بمثله.
حدثني عليّ، قال: ثنا أَبو صالح، قال: ثني معاوية، عن عليّ، عن ابن عباس، قوله:( قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا ) يقول: اعملوا بطاعة الله، واتقوا معاصي الله، ومروا أهليكم بالذكر ينْجيكم الله من النار. حدثني محمد بن عمرو، قال: ثنا أَبو عاصم، قال: ثنا عيسى؛ وحدثني الحارث، قال: ثنا الحسن، قال: ثنا ورقاء، جميعًا عن ابن أَبي نجيح.[30]
           
b.    Evaluasi Menurut Hadits
Dalam ajaran Islam evaluasi merupakan pemahaman yang tidak baru lagi. Artinya, evaluasi adalah suatu ajaran yang pasti dan harus dilakukan oleh umat Islam. Dalam hal ini, umat Islam dapat mewacanakan hadits Rasulullah SAW sebagai landasan berfikir dan pijakan dalam tindakan.
Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga atau nilai berdasarkan kriteria tertentu. Proses belajar dan mengajar adalah proses yang bertujuan. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Oleh karena itu tindakan atau kegiatan tersebut dinamakan hasil belajar.
Dalam menjalankan misi pendidikan, untuk melihat tingkat atau kadar penguasaan sahabat terhadap materi pelajaran, maka Nabi Muhammad SAW melakukan evaluasi kepada sahabat-sahabatnya. Dengan mengevaluasi para sahabatnya, Rasulullah mengetahui kemampuan para sahabat dalam memahami ajaran agama atau dalam menjalankan tugas. Untuk melihat hasil pengajaran yang dilaksanakan, Nabi Muhammad SAW sering mengevaluasi hafalan para sahabat dengan cara menyuruh para sahabat membacakan ayat-ayat al-qur’an dihadapannya dengan membetulkan hafalan dan bacaan mereka yang keliru.
Begitu banyak hadits yang mengindikasikan tentang evaluasi, antara lain:
عن ابن عباس رضي الله عنه, عن رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه تبارك وتعالى : "إن الله كتب الحسنات والسيئات، ثم بين ذلك : فمن هم بحسنة فلم يعملها كتبها عنده حسنة كاملة, وإن هم بها فعملها كتبها الله عنده  عشرة حسنات إلى سبعمائة ضعف إلى أضعاف كثيرة، وإن هم بسيئة فلم يعملها كتبها الله عنده حسنة كاملة، وإن هم بها فعملها كتبها الله سيئة واحدة". (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Dari ibn abbas RA. dari Rasulullah SAW sebagaimana dia meriwayatkan dari Rabbnya yang Maha Tinggi: “sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan, kemudian menjelaskan hal tersebut: siapa yang ingin melaksanakan kebaikan kemudian dia tidak mengamalkannya, maka dicatat disisinya sebagai suatu kebaikan penuh. Dan jika dia berniat melakukannya dan kemudian melaksanakannya maka Allah akan mencatatnya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat bahkan hingga kelipatan yang banyak. Dan jika dia berniat melaksanakan keburukan kemudian dia tidak melaksanakannya maka baginya satu kebaikan penuh, sedangkan jika dia berniat kemudian dia melaksanakannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu keburukan. (HR. Bukhari Muslim).
Hadits tersebut merupakan hadits qudsi yang menunjukkan kemurahan dan kasih sayang Allah yang sempurna kepada manusia. Allah menjelaskan bahwa Ia telah menetapkan kebaikan dan keburukan. Lalu memerintah malaikat pencatat amal untuk mencatat keinginan kita berbuat kebaikan dengan satu pahala kebaikan walaupun kita belum melaksanakannya. Sebaliknya bila kita berkeinginan berbuat keburukan dan dosa namun tidak melaksanakannya karena takut kepada Allah maka dicatat sebagai suatu kebaikan. Setelah malaikat mencatat amal perbuatan manusia maka Allah akan membalas mereka sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.
Ketentuan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Allah terhadap makhluknya tidak akan menyalahi aturan yang ditetapkan sehingga tidak ada orang yang teraniaya atau dirugikan. Kesalahan hanya dihitung sesuai dengan jumlah kesalahan (dosa), tetapi kebaikan dihitung berlipat ganda.
Selain hadits di atas, terdapat hadits yang menjelaskan ketika Rasulullah di evaluasi oleh allah melalui malaikat jibril. Sebagaimana kisah kedatangan malaikat jibril kepada nabi Muhammad SAW. Ketika beliau sedang mengajar sahabat di suatu majlis. Malaikat jibril menguji dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut pengetahuan beliau tentang iman, islam dan ihsan.
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ . [ رواه مسلم ]
Artinya:” Dari Umar RA. juga dia berkata: Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah SAW suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada lututnya (Rasulullah SAW) seraya berkata, “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, Maka bersabdalah Rasulullah: “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu”, kemudian dia berkata, “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda, “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata, “ anda benar“.  Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda, “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata, “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda,“ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya ". Dia berkata,“ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda, “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin lagi penggembala domba, (kemudian)  berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah SAW) bertanya,“ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. Aku berkata,“ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda,“ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “. (H.R. Muslim)
            Hadits ini merupakan hadits yang memiliki makna sangat dalam, karena di dalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Kemudian hadits ini juga mengandung makna yang sangat agung karena berasal dari dua makhluk Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan Amiinul Ardh (kepercayaan makhluk di bumi/ Rasulullah).
            Adapun Kandungan hadits diatas secara implisit menjelaskan bahwa:
1.         Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa.
2.         Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang-orang yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya.
3.         Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya untuk berkata, “Saya tidak tahu“, dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya.
4.         Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
5.         Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan hamba-sahayanya.
6.         Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya selama tidak dibutuhkan.
7.         Di dalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala.
8.         Di dalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.
9.         Didalamnya terdapat Konteks Evaluasi diri dalam menjalani Hidup di Dunia.[31]
            Adapun hadits riwayat Turmudzi juga menjelaskan tentang evaluasi:
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ ضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ قَالَ وَمَعْنَى قَوْلِهِ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ يَقُولُ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا قَبْلَ أَنْ يُحَاسَبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيُرْوَى عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ وَإِنَّمَا يَخِفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا وَيُرْوَى عَنْ مَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ قَالَ لَا يَكُونُ الْعَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ كَمَا يُحَاسِبُ شَرِيكَهُ مِنْ أَيْنَ مَطْعَمُهُ وَمَلْبَسُهُ – الترمذي
Artinya:” Menceritakan pada kami Sufyan bin Waki’, Menceritakan pada kami Isa bin Yunus dari Abi Bakar bin Abi Maryam Menceritakan pada kami Abdullah bin Abdurrahman, Memberitahukan pada kami Amr bin Aun, Menceritakan pada kami Ibnul Mubarak, dari Abi Bakar bin abi Maryam dari Dlamrah bin bin Habib dari Syaddad bin Aus dari Nabi SAW bersabda, “orang yang cerdas itu adalah orang yang mengalahkan hawa nafsunya (dirinya) dan melakukan perbuatan untuk (kehidupan setelah mati), sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah. Sufyan berkata” ini hadits Hasan” berkata lagi Maksud” Man daana Nafsahu” adalah Mengevaluasi dirinya di dunia sebelum di hisab nanti di hari kiamat. Dan diriwayatkan dari Umar bin Khattab berkata” Evaluasi diri kalian sebelum dihisab di akhirat dan berhiaslah untuk kehormatan yang besar dan bahwasanya hisab pada hari kiamat diringankan bagi orang yang mengevaluasi dirinya di dunia. Diriwayatkan juga dari Maimun bin Mihran berkata” Tidak dikatakan hamba yang bertaqwa, sehingga ia mengevaluasi dirinya sebagaimana Menginterogasi temannya dari mana dia mendapat Makanan dan Pakaian. (HR. Turmudzi).
Hadits di atas menjelaskan bahwa sebelum manusia dihisab hendaknya melakukan evaluasi diri di dunia kelak pembalasan yang diterima oleh manusia tidak terlalu berat . Berkaitan dengan takhrij hadits di atas, sebagaimana diketahui bahwa  Saddad Bin Aus adalah sahabat Nabi, Dlamrah bin Habib Tabi’in Kalangan Biasa (Tsiqah), Abu Bakar bin Abi Maryam Tabi’it tabi’in Tua (Dha’ief), Ibnul Mubarok Tabi’it tabi’in Pertengahan (Tsiqah), Isa bin Yunus Tabi’it tabi’in Tua (Tsiqah), Amru bin Aun Tabi’u atba’ Tua (Tsiqah), Sufyan bin Abi Waki’  Tabi’u atba’ Tua (Dha’ief ) dan Abdullah bin Abdurrahman tabi’u atba’ Pertengahan (Tsiqah). Jadi, secara keseluruhan berkaitan dengan sanad hadits di atas dikatakan bahwa hadits tersebut bias dijadikan hadits hasan menurut Imam Turmudzi sebab sanad hadits tersebut didominasi oleh Perawi yang Tsiqah.
Rasulullah SAW, juga menguji kemampuan saat pada waktu akan berangkat perang sebagaimana riwayat berikut.
حدثنا محمد بن عبد الله بن نمير, حدثنا أبى, جدثنا عبد الله, عن نافع, عن ابى عمرقال, عرضنى رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم أحد فى القتال, وأنا ابن أربع عشرة, فام يجوني. وعرضني يوم الخندق, وانا بن خمس عشرة سنة, فأجزانى) رواه البخاري(
Artinya: Menceritakan kepada Muhammad ibn ‘Abdullah ibn Numair, menceritakan kepada kami ayahku, menceritakan kepada kami ‘Abdullah, dari Nafi’, dari ibn Imar berkata, Rasulullah SAW menguji kemampuanku berperang pada hari perang uhud, ketika aku berusia empat belas tahun, lalu beliau tidak mengizinkanku, dan beliau mengujiku kembali pada hari perang khandaq ketika aku berusia lima belas tahun, lalu beliau mengizinkanku. (HR. Muslim).
Dari hadits tersebut bisa dilihat bahwa ketika Ibn Umar berusia empat belas tahun dan pada waktu itu akan terjadi perang uhud, Ibn Umar dievaluasi atau diuji oleh Rasulullah terlebih dahulu terkait kemampuannya dalam berperang. Setelah Rasulullah menguji kemampuan Ibn Umar, Rasulullah kemudian tidak mengijinkannya untuk mengikuti peperangan karena kemampuan Ibn Umar belum cukup sempurna. Setelah Ibn Umar berusia lima belas tahun, Rasulullah kembali menguji kemampuannya dalam berperang untuk menghadapi peperangan yang pada waktu itu ialah perang khandaq. Setelah Rasulullah menguji dan melihat kemampuannya, Rasulullah kemudian mengijinkannya untuk mengikuti peperangan karena kemampuan Ibn Umar sudah cukup sempurna.
Untuk melihat hasil pengajaran yang dilaksanakan, Rasulullah SAW sering mengevaluasi. Sebagaimana maqolah dibawah ini.
حَاسِبُوْا اَنْفُسَكُمْ قَبْلَ اَنْ تُحَاسَبُوْا تَزَيَّنُوْا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ وَإِنَّمَا يَخَفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِيْ الدُّنْيا
Artinya: “Adakanlah perhitungan terhadap diri kalian sebelum kalian diperhitungkan”.

C.      Relevansi Evaluasi Menurut Al-Qur’an dan Hadits dalam Pendidikan
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita pahami dalam kandungan tafsir al-Qur’an dan hadits bahwa pendidikan merupakan komponen yang sangat penting. Pendidikan merupakan proses melakukan bimbingan atau pertolongan kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak mampu melaksanakan tugasnya secara mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Ini berarti bahwa setiap anak berhak untuk selalu mengembangkan dirinya agar mampu melangsungkan kehidupannya. Sebagaimana dalam surat at-Tahrim, bahwa pendidikan harus bermula dari rumah. Ini berarti peran dan tanggungjawab orang tua dalam mendidik anak sangat diperlukan, agar anak memperoleh pendidikan dengan baik.
Selain itu, ayat di atas banyak menerangkan tentang evaluasi. Evaluasi merupakan suatu proses untuk mengumpulkan informasi, mengadakan pertimbangan mengenai informasi tersebut, serta mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang telah dilakukan.[32] Hal ini sesuai dengan tafsir Q.S al-Infithor dan Q.S. al-An’am. Dalam QS. Al-Infithor telah dijelaskan bahwa Allah memberikan perintah kepada malaikat untuk mencatat amal perbuatan manusia (pengumpulan informasi), apakah sesuai dengan amal yang telah tercatat di al-Lauh al-Mahfudz atau tidak (pertimbangan mengenai informasi), kemudian Allah akan memberikan keputusan tentang balasan amal perbuatan mereka. Sebagaimana dalam tafsir surat al-An’am: 164.
Allah juga melakukan evaluasi terhadap Nabi. Salah satunya dapat dilihat ketika Allah mengevaluasi Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril terkait pengetahuan Nabi tentang iman, islam dan ihsan ketika Nabi telah mengajar sahabat-sahabat di suatu majlis,  agar para sahabat dapat melihat, mengerti dan mengetahui tentang ajaran agama dengan baik. Ajaran Islam telah menaruh perhatian yang besar terhadap evaluasi pendidikan. Oleh karena itu, jika dihubungkan dengan kegiatan pendidikan maka evaluasi memiliki kedudukan yang amat strategis, yang hasilnya dapat digunakan sebagai input untuk melakukan perbaikan kegiatan dalam bidang pendidikan.
Nabi juga selalu melakukan evaluasi terhadap para sahabatnya. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa dalam menjalankan misi, untuk melihat tingkat atau kadar penguasaan sahabat terhadap materi pelajaran, nabi SAW juga mengevaluasi sahabat-sahabatnya. Dengan mengevaluasi sahabat-sahabatnya, Nabi akan mengetahui kemampuan para sahabat dalam memahami ajaran agama atau dalam menjalankan tugas. Salah satu contoh evaluasi yang dilakukan oleh Nabi ialah ketika Ibn Umar dievaluasi atau diuji Nabi dalam hal kemampuannya dalam berperang menghadapi perang uhud. Pada saat itu Ibn Umar berusia 14 tahun dan kemampuannya belum cukup sempurna, maka Nabi tidak mengijinkannya untuk mengikuti peperangan. Ketika akan terjadi perang khandaq, Nabi kembali mengevaluasi atau menguji kemampuan Ibn Umar ketika ia berusia 15 tahun. Setelah itu, Nabi mengijinkannya untuk mengikuti peperangan karena kemampuannya sudah cukup sempurna. Melihat hal tersebut, jika direlevansikan dengan pendidikan, maka evaluasi merupakan komponen yang sangat penting. Misalnya untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam lingkup pembelajaran maka guru diharuskan untuk melakukan evaluasi. Tanpa evaluasi, guru tidak akan melihat dan mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran. Hadist di atas juga  menjelaskan bahwa evaluasi pada dasanya bertujuan untuk melakukan peningkatan atau perbaikan. Hal tersebut dapat dilihat ketika Ibn Umar melakukan peningkatan atau perbaikan dalam hal kemampuannya dalam berperang agar ia mendapatkan ijin dari Rasulullah dalam mengikuti peperangan. Sama halnya ketika evaluasi dihubungkan dengan pendidikan. Ketika guru sudah mengevaluasi dan mengetahui seberapa jauh kemampuan siswa dalam menguasai bahan ajar maka harus ada perbaikan atau peningkatan terhadap penguasaan bahan ajar tersebut agar pembelajaran dapat berjalan secara maksimal. Pada dasarnya, tujuan evaluasi dalam hal ini ialah untuk meningkatkan kemampuan siswa sekaligus meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan.    
Berdasarkan uraian al-Qur’an dan hadis di atas, evaluasi mengandung fungsi dan tujuan sebagai berikut:
a.       Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar para siswa. Angka-angka yang diperoleh dicantumkan sebagai laporan kepada orang tua, untuk kenaikan kelas dan penentuan kelulusan para siswa.
b.      Untuk menempatkan para siswa ke dalam situasi belajar mengajar yang tepat dan serasi dengan tingkat kemampuan, minat dan berbagai karakteristik yang dimiliki oleh setiap siswa.
c.       Untuk mengenal latar belakang siswa (psikologis, fisik, dan lingkungan), yang berguna, untuk menentukan sebab-sebab kesulitan belajar para siswa.
d.      Untuk mengukur sampai dimana keberhasilan sistem pengajaran yang digunakan.
e.       Untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
f.       Untuk mengidentifikasi dan merumuskan jarak dari sasaran-sasaran pokok kurikulum secara komprehensif.
Menurut Daryanto, dalam proses kegiatan belajar mengajar diperlukan adanya evaluasi untuk menentukan sejauh mana peserta pendidikan dan pelatihan telah mencapai tujuan pembelajaran. Adapun evaluasi pembelajaran bertujuan antara lain; menilai keterlaksanaan dan hasil pembelajaran, memotret kinerja peserta pendidikan serta pelatihan dan pengajarnya, memotret perilaku kegiatan pembelajaran, mengukur tingkat keberhasilan pengelolaan pembelajaran, menilai ketercapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran, memperoleh masukan untuk melakukan pembinaan dan pengembangan pembelajaran, dan memetakan kinerja peserta pendidikan, pelatihan, dan pengajarnya.[33]
Ayat dan hadits di atas juga menjelaskan tentang pentingnya pengawasan (controlling). Sebagaimana dalam Q.S al-Infithor dan hadits riwayat Bukhori Muslim bahwa atas perintah Allah malaikat telah melakukan pengawasan terhadap manusia tentang amal perbuatan mereka. Dalam dunia pendidikan, pengawasan yang dimaksud ialah proses pengawasan dan penilaian kinerja individu maupun kelompok.
Pengawasan merupakan penilaian sejauh mana implementasi aktivitas atau program sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa rencana merupakan rujukan dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan atau program, salah satunya adalah pendidikan.[34] Pengawasan dapat dihadapkan pada berbagai peristiwa dan kegiatan, misalnya; jika pengawasan tersebut dilakukan oleh kepala sekolah, maka pengawasan dilakukan untuk melihat kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran terhadap siswa. Namun, jika pengawasan dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan, maka kepala sekolah dalam konteks kelembagaan jelas menjadi tujuan utama dalam meningkatkan mutu pendidikan secara menyeluruh.
Dalam pengawasan, jika ditemukan masalah, maka langkah-langkah perbaikan bisa dilakukan dengan cepat dan tepat. Oleh karena itu, setiap pengawasan harus dibarengi dengan proses pemilihan solusi penyelesaian  masalah (problem solving) yang terbaik.[35] Dalam hadis di atas Nabi Muhammad SAW, menunjukkan bahwa beliau selalu memperhatikan dan selalu mengawasi pelajaran serta tugas-tugas yang diberikan kepada para sahabatnya. Jika para sahabat melakukan kesalahan-kesalahan, maka Nabi meluruskannya. Metode yang digunakan dalam pengawasan ini beraneka ragam. Adakalanya sebelum melakukan tugas atau kewajiban, ada yang di saat pelaksanaan tugas, dan ada yang dilakukan setelah melakukan tugas yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Jika dilihat dari teori taksonomi Benjamin S. Bloom maka jelaslah bahwa psikogikal domains yang dijadikan sasaran evaluasi Nabi sebagaimana perintah Tuhan sesuai wahyu yang diturunkan kepada beliau lebih menitikberatkan pada kemampuan dan kesediaan manusia mengamalkan ajaranNya, dimana faktor psikomotorik  menjadi tenaga penggeraknya. Di samping itu, faktor kognitif (kemauan) juga dijadikan sasarannya (psikomotorik).
Adapun sistem pengukuran (maesuramen) yang digunakan Nabi sendiri tidak menggunakan sistem laboratorial seperti dalam dunia ilmu pengetahuan modern sekarang. Namun prinsip-prinsipnya menunjukkan bahwa sistem pengukuran juga terdapat dalam hadits nabi. Nabi melakukan pengukuran terhadap perilaku manusia dengan memberikan penjelasan tentang rukun iman.


BAB III
PENUTUP

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan komponen yang penting dalam pendidikan. Evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Dengan evaluasi, maka suatu kegiatan dapat diketahui taraf kemajuannya serta dapat dilihat berhasil atau tidaknya pendidikan dalam mencapai tujuannya.
Evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam meningkatkan kualitas, kinerja atau produktivitas suatu lembaga dalam melaksanakan programnya. Melalui evaluasi, akan diperoleh informasi tentang apa yang telah dicapai dan mana yang belum, dan selanjutnya informasi ini digunakan untuk perbaikan dan peningkatan suatu program.
Al-Qur’an dan hadits sebagai sumber pendidikan Islam banyak mengungkap konsep evaluasi di dalam ayat-ayatnya sebagai acuan bagi manusia untuk berhati-hati dalam melakukan perbuatan.











DAFTAR PUSTAKA

Abidin Ibnu Rusn. 1998. Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abuddin Nata. 1997. Filsafat Pendidikan Islam I. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Abudin Nata. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta; Kencana Prenada Media Group.
Ar-Razi. Mafatihul Al-Goib. Maktabah Syamilah.
Dani Hidayat. 2010. Tejemah Tafsir Jalalain (Jalaluddin Asy-Syuyuthi & Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy). Tasikmalaya: Pesantren Persatuan Islam.
Daryanto. 2013. Inovasi Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya.
Eko Putro Widoyoko. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Harun Rasyid, Mansur. 2008. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: Wacana Prima.
Imam Al-Bagowi. Tafsir Al-Bagowi. jilid 4.
Imam Al-Bagowi. Tafsir Al-Bagowi. Jilid 8.
M. Quraish Shihab. 2012. Tafsir Al-Misbah Volume 3, Ciputat: Lentera Hati.
M. Quraish Shihab. 2012. Tafsir Al-Misbah Volume 14, Ciputat: Lentera Hati.
M. Quraish Shihab. 2012. Tafsir Al-Misbah Volume 15, Ciputat: Lentera Hati.
Muhammad Sulaiman. 2004. Jejak Bisnis Rosul. Jakarta: Mizan Publika.
Nur Aedi. 2014. Pengawasan Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Oemar Hamalik. 1982. Pengajaran Unit. Bandung: Alumni.
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Sarbini, Neneng Lina. 2011. Perencanaan Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Shodiq Abdullah. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Semarang:  Pustaka Rizki Putra
Suharsimi Arikunto. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, edisi 2, Jakarta: Bumi Aksara.
Sumiati, Asra. 2008. Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Syekh Amin Abdullah Assaqawy. Muhasabah al-Nafs, Terj. Arif Hidayatullah Abi Umamah, Muraja’ah Abu Ziyad Eko hariyanto. www.islamhouse.com.

بحر العلوم للسمرقندي، المكتبة الشاملة
تفسير ابن عبد السلام، المكتبة الشاملة
تفسير ابن كثير، المكتبة الشاملة
تفسير البيضاوي، مكتبة الشاملة
تفسير الطبري، المكتبة الشاملة



[1] Shodiq Abdullah, Evaluasi Pembelajaran (Konsep Dasar, Teori dan Aplikasi), Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2012, cet. 1, hlm. 6.
[2] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, edisi 2, Bumi Aksara, Jakarta, 2013, hlm. 3.
[3] Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, cet. 1, hlm. 4.
[4] Oemar Hamalik, Pengajaran Unit, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 106
[5] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008, cet. 10, hlm. 220
[6] Sarbini, Neneng Lina, Perencanaan Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung, 2011, cet.1, hlm, 233.
[7] Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hlm. 306.
[8] Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998,  hlm. 105.
[9] Harun Rasyid, Mansur, Penilaian Hasil Belajar, Wacana Prima, Bandung, 2008, hlm. 2
[10] Sumiati, Asra, Metode Pembelajaran, Wacana Prima, Bandung, 2008, hlm. 201.
[11] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997, hlm. 131.
[12] kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al Baqarah: 284)
[13] yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, (QS: Al Mulk: 2)
[14] Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. (QS: Al-Mumtahana: 10).
[15] Dani Hidayat, Tejemah Tafsir Jalalain (Jalaluddin Asy-Syuyuthi & Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy), Pesantren Persatuan Islam, Tasikmalaya, 2010.
[16] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 15, Lentera Hati, Ciputat, 2012, hlm. 129-130.
[17] Imam Al-Bagowi, Tafsir Al-Bagowi, Jilid 8, hlm 375.
[18] Ar-Razi, Mafatihul Al-Goib, Maktabah Syamilah.
[19] بحر العلوم للسمرقندي، المكتبة الشاملة
[20] تفسير ابن عبد السلام، المكتبة الشاملة
[21] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 3, Lentera Hati, Ciputat, 2012, hlm. 766-767 .
[22] Jalaluddin Asy-Syuyuthi & Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy, Op. Cit.
[23] Imam Al-Bagowi, Tafsir Al-Bagowi, jilid 4, hlm 287
[24] Ar-Razi, Mafatihul Al-Goib, Maktabah Syamilah.
[25] تفسير ابن كثير، المكتبة الشاملة.
[26] Jalaluddin Asy-Syuyuthi & Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy, Op. Cit.
[27] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 14, Lentera hati, Ciputat, 2012, hlm:177.
[28] Ar-Razi, Mafatihul Al-Goib, Maktabah Syamilah.
[29] تفسير البيضاوي، مكتبة الشاملة
[30] تفسير الطبري، المكتبة الشاملة
[31] Syekh amin Abdullah Assaqawy, Muhasabah al-Nafs, Terj.Arif Hidayatullah Abi Umamah, Muraja’ah Abu Ziyad Eko hariyanto, www.islamhouse.com.
[32] Daryanto, Inovasi Pembelajaran Efektif, Yrama Widya, Bandung, 2013, cet. 1, hlm. 317
[33] Ibid, hlm. 317, 318
[34] Nur Aedi, Pengawasan Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, cet.1, hlm.2
[35] Muhammad Sulaiman, Jejak Bisnis Rosul, Mizan Publika, Jakarta, 2004, hlm. 43.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar